Cari Blog Ini

Tampilkan postingan dengan label Film. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label Film. Tampilkan semua postingan

Kamis, 23 November 2023

Melongok Kejayaan Cilacap Tempo Doeloe Melalui Film 'Pantjak'

 

Poster Film Pantjak
Poster Film Pantjak di Dakota Cinema Cilacap. Foto: GFU


Oleh: Gita FU


Halo Sobat kopidarigita! Semoga kalian selalu dalam keadaan sehat, dan bahagia, ya.

Hari Rabu, 22 November 2023 sore, saya dan beberapa teman Forum Literasi Cilacap  menghadiri undangan Nobar Film 'Pantjak', di Dakota Cinema  Cilacap. 'Pantjak' sendiri merupakan akronim Panca Tjakrawedana. Film ini dibesut oleh Cilacap Kreatif, sebuah komunitas yang diketuai oleh Romi Jabrand dan mewadahi komunitas-komunitas anak muda kreatif di Cilacap.

Saya datang pukul 15.30 WIB, disambut oleh panitia yang mengarahkan ke meja registrasi. Usai membubuhkan tanda tangan di lembar kehadiran, saya diberi secarik stick-it note dan sebatang spidol. Kata Mbak Nurul, salah satu panitia, itu untuk  menuliskan harapan saya terhadap kota Cilacap. Saya pun ditunjuki papan tempat menempelkan kertas, di dekat pintu masuk Studio 2.

Sambil menunggu teman saya Bu Yetti As Sofie, saya duduk melipir di salah satu kursi besi di ruang tunggu. Ada poster promo sebesar dinding dari film Perjamuan Iblis. Waktu beranjak menuju pukul 16, semakin banyak tamu undangan Nobar berdatangan. Salah satunya saya kenali, dia Mas Riyadh Ginanjar, Ketua Komunitas Tjilajap History. Kami lalu mengobrol sejenak, hingga Bu Yetti datang.

Tak lama berselang para tamu dipersilakan memasuki Studio 2. Waktunya menonton Film Pantjak...

'Pantjak': Nostalgia Kejayaan Masa Lalu

Foto bareng tim dan penonton
Tim Produksi Film bersama para penonton. Foto: GFU


Film  dokumenter ini disutradarai  oleh Dismas Panglipur. Penulis naskah dan astrada dijabat oleh Olyvia Jasso. Sementara Romi Angger Hidayat a.k.a Romi Jabrand, bertindak sebagai produser. Sejumlah tokoh menjadi lakon yang bercerita dalam film yang dibagi menjadi   5 (lima) bab: Veteran, Unit Berjaya, Keluarga, Tjilatjap Kreatif, dan Panca Tjakrawedana.

Fokus film ada pada sebuah gedung megah di Jalan Pemintalan - Jalan Kendil Wesi, Cilacap, yakni Pabrik Pemintalan Tjilatjap. Pabrik ini beroperasi mulai tahun 1956, sebagai pabrik besar  pertama di Cilacap setelah penyerangan Jepang tahun 1942.

Timeline Pantjak
Timeline dalam film Pantjak. Foto : GFU



NV. Pemintalan Kapas Cilacap tercatat sebagai pihak penggagas pendirian pabrik ini. Selanjutnya Pabrik Pemintalan Tjilatjap berkembang pesat, bahkan menjadi salah satu pabrik textil terbesar di Asia Tenggara. Kesejahteraan para karyawan amat terjamin kala itu. Sampai pada masa orba namanya berubah menjadi PT. Industri Sandang Nusantara II (Unit Patal Cilacap).

Masa-masa keemasan Patal Cilacap tersebut bisa kita ikuti lewat penuturan tiga orang veteran atau mantan karyawan. Diselingi foto-foto, serta video kompleks gedung megah itu. Saya cukup terpukau dibuatnya. Bayangkan, sebuah kompleks pabrik yang dilengkapi perumahan, lapangan olahraga, klinik kesehatan, aula luas, dan  kendaraan antar jemput karyawan. Selain itu interior dan eksterior gedung pun kokoh, apik, khas bangunan peninggalan Belanda. 

Foto Patal Cilacap
Dokumentasi Pabrik Pemintalan Cilacap. Foto: flyer timpro/GFU



Intinya, pabrik ini pada masanya telah membuat Cilacap terkenal hingga ke luar negeri. Wow, banget, kan?


Sayangnya, seperti semua kisah masa lalu, kejayaan itu seolah terlupakan oleh generasi masa kini. Anak muda Cilacap seolah tak punya ingatan bahwa mereka punya hal yang pantas dibanggakan. Bahkan kebanyakan anak muda sekarang sibuk mencari panutan dari luar daerah Cilacap. Kreativitas menjadi tumpul di dalam.

Upaya Menghidupkan Semangat Kreatif


Konon, manusia kreatif itu mampu memikirkan solusi bagi masalah yang menimpanya, aktif berdaya upaya, tidak pasif maupun pasrah begitu saja menerima keadaan. Mereka ini diharapkan bisa menjadi suar bagi sekitar, dengan menciptakan ekosistem kreatif.

Kegiatan Coding for kids di Peken Banyumasan Tjilatjap. Foto: IG cilacap.kreatif



Menurut Romi Jabran dalam bincang-bincang usai pemutaran film, itulah tujuan Pantjak. "Sebagai penghubung ekosistem kreatif di Cilacap," tuturnya.

Pria muda berambut gondrong ini  melihat Gedung Patal sebagai wajah Cilacap di dunia. "Saat itu terkenal hingga Asia Tenggara. Jadi (film) ini sbg pemantiknya."

Sementara Riyadh Ginanjar  dari Tjilatjap History menyebut alasannya memilih Pabrik Pemintalan adalah karena sejarah panjang dari  masa  jaya hingga bangkrut. 

"Masyarakat harus tahu. Waktu itu terbesar di Asia Tenggara. Kita berharap gedung pemintalan menjadi gedung sejarah Cilacap," ucapnya.

Apalagi, menurut Riyadh, dahulu Presiden Sukarno merestui pembangunan Pabrik Pemintalan Tjilatjap dengan semangat tak mau kalah dari Italia sebagai negara maju kala itu.


Kolaborasi Lintas Komunitas 


Dismas Panglipur selaku sutradara punya pendapat berbeda mengenai Pabrik  Pemintalan Tjilatjap. Demi mengetahui sejarahnya yang panjang membuat anak muda ini ingin menuangkan ke dalam bentuk visual.

"Saya berharap ruangan Patal bisa diaktivasi untuk kegiatan publik," ujarnya.

Senada dengan Dismas, Olyvia sang penulis naskah merasa terpukau dengan sejarah Pemintalan. Sehingga dia ingin menceritakan sejarah tersebut dari pelakunya sendiri.

Salah satu pegiat komunitas yang aktif berkolaborasi dalam kegiatan Cilacap Kreatif  yakni Nurul Mae, dari Komunitas Belajar Semesta Alam, mengatakan alasannya bergabung.

"Komunitas saya menyoroti kearifan lokal. Sehingga saya masuk sebagai talent dan mengadakan kegiatan komunitas di Patal," sebutnya.

Kolaborasi komunitas. Dok : IG cilacap.kreatif


Dampak dari kegiatan tersebut  menurut Nurul ada dua yaitu internal dan eksternal. "Secara internal, karena di Peken Banyumasan Tjilatjap adalah kolab lintas komunitas  maka saya merasa lebih rendah hati, belajar menghargai orang lain, dan berempati. Eksternalnya, peserta Dolan Bareng merasa amat antusias mengikuti (Dolan Bareng) di Patal," simpulnya.


Usai bincang-bincang, panitia mengajak penonton yang nyaris memenuhi Studio 2, untuk berfoto dan ber-flash mob bersama. Kabar selanjutnya dari Romi Jabrand, film Pantjak bulan depan akan diputar di Rajawali Cinema Purwokerto, serta diikutkan festival film.

"Dan kegiatan rutin Peken Tjilatjapan mulai bulan depan di  Pabrik Pemintalan Cilacap," pungkas Romi.


Begitulah oleh-oleh dari Nobar Film Pantjak, Sob. Bagaimana pendapat kalian? Kalo menurut saya, ekosistem kreatif perlu kerjasama dan komitmen lintas sektor. Tidak hanya dari pelaku, tapi juga pemangku kepentingan, stakeholders terkait, dan masyarakat luas. Oh iya, kalian bisa mencari tahu lebih lanjut tentang kegiatan-kegiatan tersebut di atas melalui akun IG: @cilacap.kreatif  @pekentjilatjapan @tjilatjaphistory 





Sabtu, 02 September 2023

Memaknai Tragedi Kecantikan dalam Film 'Susuk: Kutukan Kecantikan'

 

Ofisial poster film Susuk
Poster Resmi Film Susuk


Oleh: Gita FU


Isu kecantikan bagi kaum perempuan memang tak lekang oleh zaman. Hanya standarnya saja yang berbeda-beda,  mengikuti tren yang berlaku. Misalkan ketika demam budaya Korea tengah marak di negeri kita, maka standar cantik itu berupa kulit wajah mulus, bersinar, dengan tubuh ramping. Maka tak heran banyak kaum perempuan berlomba-lomba mengikuti pakem ini, dengan bantuan produk-produk kecantikan dan kosmetik tertentu. 


Kenapa demikian? Karena (konon) menjadi cantik itu berarti punya privilese tersendiri. Namun benarkah? 


Film horor terbaru dari Visinema Picture berjudul 'Susuk: Kutukan Kecantikan', tampaknya mencoba memberikan jawaban lain dari pertanyaan di atas. Sutradara  Ginanti Rona menerjemahkan ide cerita dan skenario dari Husein M. Atmodjo tentang perempuan  bernama Laras (Hana Malasan), yang mengalami tragedi akibat keinginannya untuk selalu tampil cantik dengan jalan yang salah. 

Suatu malam ia jatuh dari gedung bertingkat setelah dicelakai seseorang. Seharusnya Laras meninggal dengan luka sefatal itu. Namun sesuatu mencegahnya mati. Pihak medis tak bisa berbuat apa-apa menghadapi fenomena ganjil tersebut. 

Lalu adiknya, Ayu (Ersya Aurelia), dibantu seorang teman Laras, Arman (Jourdy Pranata), memutuskan mencari pengobatan alternatif di kampung halaman mereka yang terpencil.  Di rumah masa kecil kakak beradik tersebut, rahasia kelam pun menampakkan diri.

Ternyata Laras menanam banyak susuk di tubuhnya, sebagai ganjaran bagi kecantikan dan pesona raganya. Malang, puluhan susuk itu pula yang membuat tubuh Laras tersiksa. 
Pelbagai cara ditempuh Ayu, dan Arman demi memulihkan kondisi Laras. Termasuk meminta bantuan dukun muda bernama Prasetyo (Muhammad Khan). Mereka berkejaran dengan teror dari dunia gaib hingga preman. Berhasilkah? 


Perspektif tentang Kecantikan 


M. Khan, Ersya, Jourdy
Ki-ka: M. Khan, Ersya Aurelia, Jourdy Pranata. Foto: GFU 


Saya berkesempatan berjumpa langsung dengan tiga pemeran utama film, pada acara Roadshow Cinema Visit di Dakota Cinema Kroya, Cilacap, Sabtu (2/9/2023) siang. Film yang rilis serentak di bioskop tanah air  Kamis (31/8/2023) lalu ini, diketahui meraih lebih dari 50.000 penonton di hari perdana. 

Ketika ditanya pendapatnya tentang kecantikan, Jourdy Pranata menjawab bahwa cantik tidak melulu perkara fisik.

"Buat aku dari dalam sih, kayak bagaimana dia merespon orang lain, bagaimana dia meng-handle sekitarnya," urainya usai jam pemutaran pertama. 

"Aku, tuh, melihat perempuan yang cantik tuh, yang nggak ribet, yang nggak tahu kalau itu sebetulnya cantik. Jadi kayak itu dia semakin cantik," imbuh pemuda berkulit putih ini. 

Sementara menurut Ersya Aurelia yang akrab disapa Echa oleh sesama pemeran film ini,  kecantikan justru lebih bagus yang terpancar dari hati (inner beauty). 

"Kecantikan yang sesungguhnya, tuh, kecantikan hati, ya. Jadi kalau misalnya ketemu sama orang dan, maksudnya aku juga pernah gitu posisi mengidolakan orang perempuan gitu, misalnya tapi ternyata ketika aku tahu kelakuannya atau hatinya enggak sesuai dengan paras atau fisiknya gitu langsung ngerasa illfeel," jelas gadis berhidung bangir ini.

Muhammad Khan punya pendapat sedikit berbeda. Menurut pemuda berambut ikal ini, cantik dan atraktif adalah dua hal yang saling terkait. 

"Menurut aku cantik itu ketika aku ngelihat si orang ini dia punya kemampuan public speaking yang bagus, dan attitude yang bagus. Dua itu selalu jadi, karena kadang masih nggak bisa dipungkiri ya kalau ngomong secara fisik, sih lebih suka yang rambutnya panjang yang kecil gitu, yang suaranya lembut. Tapi kadang-kadang kalau udah diajak ngobrol kalau enggak punya public speaking yang bagus dan enggak oke itu kayak, cantik yang dari luar jadi hilang. Kayak luntur, gitu. Aduh udah nggak cantik lagi. Jadi mungkin cantik dan atraktif kayak ada saling berkaitan," ungkapnya panjang lebar. 


Kesan Usai Menonton


Pemutaran Film Susuk
Tiga pemeran menyapa penonton di Dakota Cinema Kroya. Foto: GFU


Film 'Susuk: Kutukan Pengantin' ini mengangkat tema yang tak usang. Alur cerita lumayan menurut saya. Unsur drama, gore, aksi, dan komedi juga berimbang. Musik latar termasuk standar  (jumpscare, suara guruh), begitu pula tone suram yang mewarnai sepanjang durasi. Namun visualisasi kengeriannya apik. 

Saya pribadi menyukai akting Muhammad Khan sebagai Prasetyo, dan Elang El Gibran selaku Seno sang preman kampung. Mereka berbakat dan mencuri perhatian. Tanpa menafikan pemeran utama lain. 


Film ini layak diapresiasi oleh penonton Indonesia.