Cari Blog Ini

Tampilkan postingan dengan label Refleksi. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label Refleksi. Tampilkan semua postingan

Senin, 20 Mei 2024

4 Tahun Warung Makan Barokah, Terus Tebar Virus Sedekah

Warung Makan Barokah
Banner Warung Makan Barokah. Dokpri: GFU


Oleh: Gita FU

CILACAP, kopidarigita.com – Sobat, di jalan MT Haryono, Cilacap, Jawa Tengah, tepatnya di seberang jalan Nuri Barat, ada sebuah warung makan yang unik. Namanya Warung Sedekah Barokah. Siapa saja boleh makan dan minum dengan model prasmanan tanpa dipungut bayaran, alias gratis.

Menurut  Ibu Yetty Asofie, salah satu pengelola warung makan ini,  ada alasan filosofis di balik konsep Warung Makan Barokah tersebut.

“Karena untuk sedekah tidak harus menunggu kaya,”  tegas beliau pada saya, beberapa waktu lalu.

Hmm, benar juga, ya, Sobat? Tertarik ingin mengetahui lebih lanjut tentang warung ini? Yuk, simak terus artikelku.

 

Berawal dari Pandemi

Sejarah Warung Makan Barokah ternyata fantastik, Sobat. Kalian ingat bukan, kondisi perekonomian kita di saat pandemi kopidnentin dulu?  Banyak usaha gulung  tikar, pengangguran makin banyak,  ruang gerak dibatasi. Padahal urusan perut tak bisa di kesampingkan. 

Hal tersebut memantik keprihatinan Bu Yetty,  Bu Evi, Bu Liko, Bu Luki, Bu Emi, dan Bu Parsiah—enam sahabat.

“Kami melihat dampak pandemi ini pada banyak orang kalangan bawah. Kalau pegawai-pegawai itu disuruh ‘work from home’ ya bisa. Mereka tetep dapat gaji, masih bisa belanja. Tapi bagaimana dengan mereka yang harus keluar rumah tiap hari buat cari makan? Apalagi ada anjuran di rumah saja.  Ojek-ojek online itu. Pemasukan mereka berkurang banyak. Pemulung-pemulung juga, waktu itu ya mau mulung apa?” terawang Bu Yetty.

Dari situ terbetik ide untuk menyediakan  makan secara gratis  bagi  orang-orang, yang tidak terbatas di hari Jumat saja. Sebab makan adalah kebutuhan setiap hari.

“Saat diucapkan rasanya mustahil. Uangnya dari mana? Tapi lalu saya nyeletuk, dananya dari Allah saja. Dari situ kami mulai survei. Ketemu sebuah warung di Sidareja yang hampir mirip. Tapi konsepnya makan sepuasnya bayar seikhlasnya. Kami nggak ingin seperti itu. Bukankah ada hadis nabi yang menyuruh kita berhenti makan sebelum kenyang? Kalau sepuasnya kan berarti sampai mlukek (muntah),” imbuhnya.


Sebuah keluarga makan di WM Barokah. Dokpri: GFU


Kemudian diputuskanlah  konsep usaha mereka adalah: makan secukupnya tapi harus dihabiskan, tidak usah bayar. Dengan konsep ini mereka berharap orang-orang yang makan punya rasa tanggung jawab  terhadap makanan.

Bu Yetty menuturkan, tempat yang pertama kali mereka pilih berlokasi di Jalan S. Parman,  depan Laboratorium Prodia, Cilacap. Tepat di tanggal 4 Desember 2020 Warung Makan  Barokah dibuka untuk umum.

“Kami sewa tempat  patungan. Dan kenapa kami pilih di S. Parman meskipun mahal? Karena itu jalan utama.  Kami mau warung ini dapat nama dulu. Sopir-sopir angkot yang lewat bisa lihat. Tukang ojek bisa lihat dan mampir. Lalu mereka bisa ajak teman-teman mereka untuk makan.  Sesuai harapan, warung kami saat itu dikenal bahkan hingga ke luar kota,” urai Bu Yetty.

Selain untuk sewa tempat, Bu Yetty juga membeberkan bahwa di tiga bulan pertama mereka  masih patungan untuk belanja bahan baku makanan. Sebab mulai bulan keempat pengunjung warung sudah semakin banyak, berbanding lurus dengan jumlah orang yang menitipkan sedekahnya.  

Kontrak tempat di Jalan S. Parman berakhir pada Desember 2021. Kemudian para pengurus memutuskan pindah, dan menyewa tempat di  Jalan MT Haryono awal tahun 2022 hingga sekarang.


baca juga: Lotek Bu Lastri, Simbol Keuletan Mengubah Nasib


Warung Makan Barokah Kini dan Nanti

Tak terasa usia Warung Makan Barokah  telah memasuki tahun keempat. Sesuai tujuan semula, warung ini  didirikan untuk  melayani kebutuhan makan di tempat bagi masyarakat umum, tanpa dipungut biaya. Namun masyarakat bisa ikut berpartisipasi dalam bentuk donasi, baik uang tunai maupun  sembako. Pengelola nantinya  akan mengolah donasi tadi  menjadi bentuk masakan siap santap bagi pengunjung warung, serta biaya operasional lain (misal upah tukang masak, bayar tagihan listrik dan air).

Setiap hari  Senin-Sabtu, warung buka sejak pukul 8 pagi-2 siang. Terkecuali di hari Minggu dan hari libur nasional. Nyaris setiap hari pengelola memasak 10 kg beras, dengan variasi menu sayur-mayur,  dan lauk pauk yang lezat bergizi. 

Bu Yetty punya harapan besar terkait masa depan usaha filantropi ini.

 “Ya mudah-mudahan ke depannya Allah ijabah doa sehingga kami bisa punya tempat sendiri. Atau mungkin Allah datangkan sedekah entah dari siapa yang mau menyediakan tempat secara cuma-cuma buat kami. Kita tidak pernah tahu, kan?”

Dia pun berharap  orang-orang mengubah ‘mindset’.  Selama ini mungkin orang berpendapat sedekah harus menunggu kaya. Kapan kayanya baru mau sedekah? Padahal  sedekah tidak harus dengan duit. Sedekah bisa dengan apa saja yang kita miliki. Berapa pun kemampuan kita asal niatnya ikhlas,  sedekah itu nanti bisa jadi  amal jariyah kita.


Sobat tertarik berkunjung untuk mencicipi masakan di sini, atau turut bersedekah? Datang saja, ya. Semoga menginspirasi. See you next article.

Rabu, 08 Mei 2024

Lotek Bu Lastri, Simbol Keuletan Mengubah Nasib

 

bu lastri penjual lotek
Bu Lastri sedang menyiapkan lotek di lapaknya. Foto: dok.pri/GFU 


Cilacap, kopidarigita.com --Kita memang tidak bisa memilih dilahirkan di dalam keluarga yang sempurna, dan ideal di mata manusia. Maka ada yang tumbuh besar dalam keluarga berkecukupan materi, sebaliknya ada pula yang dibesarkan dalam kondisi serba kekurangan.

Namun yang menjadi kesamaan, Tuhan menganugerahkan hati, dan akal kepada manusia. Sehingga kelak kita dapat berusaha mengubah nasib, sekuat kemampuan. Sebagaimana halnya yang kini dijalani oleh Dewi Sulastri dari Donan, Cilacap, Jawa Tengah.

Ia lahir sebagai anak kedua dari 4 bersaudara. Sejak kecil ia dan saudaranya akrab dengan kondisi kekurangan. Sebab orangtuanya bukan orang berada. Hal ini ternyata membentuk watak pejuang dalam diri Sulastri dan saudara-saudaranya.

Ketika beranjak dewasa, ia tak malu bekerja mengais rezeki. Perempuan yang akrab disapa Lastri oleh lingkungannya ini punya impian mengumpulkan modal, untuk meraih kehidupan yang lebih baik. Maka pada tahun 2000 ia berangkat kerja ke Malaysia, untuk menjalani kontrak selama dua tahun.

Tahun 2002 setelah selesai kontrak kerja, ia pulang. Dari hasil jerih payahnya itu, Lastri berhasil mewujudkan impian membangun rumah di atas sebuah lahan kosong. Rumah ini awalnya untuk ditinggali bersama keluarganya. Sebab sebelum itu, keluarga Lastri hanya bisa berpindah-pindah rumah kontrakan.

Lalu di tahun 2003 ia menikah dengan Ihsan, pemuda pilihan hatinya. Masih dari hasil tabungannya, ia bisa menyelenggarakan acara pernikahannya, tanpa meminta biaya pada kedua orangtuanya. Setelah menikah, Lastri memutuskan tidak akan pergi merantau kembali. Sesulit apapun kehidupannya kelak, ia bertekad menjalaninya berdua sang suami, di negeri sendiri.

Tahun-tahun awal pernikahan adalah masa sulit bagi pasangan ini. Pendapatan suami belum mencukupi, ditambah kehadiran anak, cukup membuat Lastri merasa pusing. Hingga di tahun 2008, kepulangan adiknya dari negeri jiran membawa secercah harapan.  Muncullah ide dari sang adik agar Lastri membuka warung di depan rumahnya. Ide itu tidak serta merta diterima. Namun karena menimbang inilah jalan terbaik bagi dirinya dapat menambah pemasukan tanpa meninggalkan anak, Lastri akhirnya mau mencoba.

Tidak mudah menjalankan usaha warung. Lastri mengalami jatuh bangun terlebih dahulu. Keuntungan yang diperoleh tidak seberapa apabila hanya menjual jajanan kemasan. Maka Lastri nekat menjual tabungan daruratnya, berupa sebuah cincin emas. Dari situ ia menambah item jualannya, berupa es campur dan lotek (sejenis pecel). Perlahan-lahan usahanya menunjukkan kemajuan. Mulailah ia berbenah sedikit demi sedikit agar tampilan warung kian apik.

Memasuki medio 2012 Lastri menambahkan gorengan ke dalam menu dagangan. Mendoan, tahu brontak, pisang goreng, dan bakwan hasil karyanya dijual enak dan murah sehingga dicari pelanggan. Kenyataan ini membuat Lastri makin jeli membaca keinginan pembeli. Ketika anaknya memasuki SMP, ia melihat peluang anak sekolah yang setiap pagi membutuhkan sarapan. Dan di sekitar warungnya belum ada pesaing usaha serupa. Maka ia putuskan jualan nasi rames sejak selepas subuh hingga jam 8 pagi.

Keputusan-keputusan Lastri berbuah manis. Berkat keuletan dan kerelaannya mengorbankan waktu istirahat, usaha warungnya kian maju.  Dampaknya pun terasa signifikan pada perekonomian keluarga.

Belum lama ini, tepatnya sejak bulan Ramadhan lalu, Lastri mencoba membuka lapak lotek dan gorengan bersama suaminya, di depan Lapangan Karang Suci, Donan. Menurut pasutri ini, hasil yang diperoleh ternyata lumayan. Sehingga mereka memutuskan untuk lanjut berjualan lotek dan gorengan  di tempat tersebut.

“Untuk pelanggan yang biasa beli di rumah tetap saya layani. Mereka bisa WA  ke saya, nanti lotek atau gorengannya dianter sama suami,” terangnya ketika saya bertanya bagaimana nasib pelanggan lamanya, belum lama ini.

Demikianlah. Perjalanan hidup yang keras mampu menempa watak seseorang, untuk jadi pejuang ataukah pecundang? Pilihan ada di tangan kita sendiri.

Dewi Sulastri adalah contoh yang memilih menjadi pejuang. (*)


Senin, 08 April 2024

PWMOI Cilacap Jalin Keakraban dengan Ketua DPRD Cilacap di Sidareja

 

Taufik Nur Hidayat (berbaju putih di tengah) di antara rekan-rekan PWMOI Kabupaten Cilacap. (Dok. PWMOI Cilacap) 

Oleh: Gita FU

Cilacap, kopidarigita.com--Hari Minggu (7/4/2024) sore saya memperoleh kesempatan emas untuk mengunjungi Sidareja, salah satu kecamatan di wilayah Cilacap bagian barat. Kesempatan tersebut hadir berkat adanya  undangan buka bersama sekaligus silaturahmi dari PWMOI (Perkumpulan Wartawan Media Online) Kabupaten Cilacap. Bukan sembarang bukber, karena PWMOI telah mengundang   Taufik Nur Hidayat, Ketua DPRD Cilacap, untuk beramah tamah bersama-sama usai buka puasa. 

Saya pergi berombongan bersama empat rekan lain  yakni Anton Irawan, Purwanto, Sartono, dan Jasmirah. Kami menumpang mobil Bang Anton, sapaan untuk Anton Irawan. Berangkat pukul 16 dengan estimasi durasi  satu jam perjalanan. Tentu pas menjelang waktu berbuka. 

Belakangan estimasi kami meleset. Arus mudik menyebabkan kemacetan lumayan panjang di sejumlah titik. Alhasil kami sampai di lokasi restoran pada pukul 18 kurang sedikit,  bertepatan azan magrib. 


Salah satu lanskap menuju Sidareja. (Dok. Gita FU) 


Namun bagi saya pribadi, panjangnya perjalanan yang kami tempuh seolah tak terasa. Karena saya amat menikmati pemandangan di sepanjang jalan, serta mengobrol random dengan kawan-kawan yang jarang saya temui. 

Sesampainya di RM.  Oisea Food di Jalan Jend. A. Yani, Sidareja, kami disambut rekan-rekan lain yang telah sampai terlebih dahulu. Terutama oleh Ketua PWMOI Kabupaten Cilacap Sugeng Suswanto, yang akrab disapa Bang Gondrong, serta sejumlah pengurus lainnya antara lain Nanang Supriatna, atau akrab disapa Bah Gatan. 


Saya, Bu Jas, serta Bu Pipit anggota PWMOI asal Majenang. (dok. Gita FU). 


Setelah saling menyapa, saya dan Bu Jas (sapaan saya untuk Jasmirah) segera berbuka dengan menu yang telah disediakan oleh pihak rumah makan. Selanjutnya kami tunaikan sholat magrib di lokasi yang sama. 


Ramah Tamah Mencairkan Prasangka


Suasana ramah tamah antara Taufik Nur Hidayat dan PWMOI Kab. Cilacap (dok. Gita FU). 

Taufik Nur Hidayat sang Ketua DPRD Kabupaten Cilacap baru bisa hadir usai waktu isya. Hal tersebut kami maklumi sebagai konsekuensi kesibukan beliau. Meskipun demikian, nyatanya Taufik tetap menepati janji untuk hadir di tengah-tengah puluhan jurnalis PWMOI Kabupaten Cilacap. 

Ketua Dewan menyampaikan sebagai bagian dari warga Kabupaten Cilacap, aspirasi insan pers merupakan hal penting, demi berjalannya roda pemerintahan yang dinamis di Kabupaten Cilacap.

"Artinya ini satu momen, kalau saat ini kami ada satu kebersamaan yang lebih luas, di mana keinginan DPRD sama, ingin memajukan Kabupaten Cilacap, teman-teman media juga jelas hakikatnya adalah bagaimana untuk mendorong pelayanan terbaik bagi masyarakat sebagai lembaga kontrol sosial," tuturnya.

Taufik berharap melalui acara silaturahmi ini, tidak ada lagi jarak antara DPRD dengan insan pers di Kabupaten Cilacap. Sehingga masukan, saran dan kritikan mampu tersampaikan dengan baik.

"Kami (DPRD) tidak alergi terhadap suatu kritikan, apalagi itu kritikan yang membangun. Di sinilah kapasitas insan pers dimungkinkan untuk masuk memberikan satu masukan, dengan tujuan memajukan Kabupaten Cilacap melalui karyanya," katanya lagi.

Dengan demikian Taufik menegaskan bahwasannya prasangka buruk itu harus dihilangkan, dengan kemauan dan itikad baik kedua belah pihak. Para jurnalis yang hadir menyetujui pernyataan ini. 

Waktu yang terus merambat menuju puncak malam tak menghalangi antusiasme rekan-rekan PWMOI Kabupaten Cilacap, untuk berdiskusi santai dengan Ketua DPRD tersebut. Hal inilah yang memang diharapkan dapat tercipta, sesuai tujuan awal kegiatan.

Usai acara, saya dan rekan-rekan kembali ke Cilacap kota menjelang tengah malam. Kami membawa kesan dan harapan untuk Cilacap menjadi lebih baik ke depannya. Semoga. 

Terima kasih PWMOI Kabupaten Cilacap, atas undangannya yang penuh rasa kekeluargaan ini. 


#PWMOICilacap




Senin, 20 Juli 2020

Uang Tidak Turun dari Langit

Img. Pixabay


Oleh: Gita FU


Orang bilang, peristiwa yang menyakitkan di masa anak-anak akan membekas lebih lama. Itu benar. Sebuah kejadian sepele menimpa saya ketika kelas 3 SD. Dan berhasil menjungkirbalikkan perspektif saya dalam memandang diri sendiri.


Waktu itu keluarga besar dari pihak Bapak tengah berkumpul di rumah Mbah dalam rangka lebaran. Lalu saya, Paklik, Bapak, adik lelaki saya,  dan seorang kakak sepupu duduk-duduk santai di ruang tamu. Kakak sepupu ini umurnya sebaya dengan saya, kita sebut saja namanya Intan.  Paklik, dan Bapak saling melempar guyonan segar, membikin suasana hidup. Mendadak saya teringat satu cerita lucu dan ingin menceritakannya, terutama kepada Bapak. Di saat yang bersamaan Intan pun rupanya ingin bercerita. Akibatnya kami mulai bicara berbarengan. Kemudian apa yang terjadi? Ternyata Bapak memilih mendengarkan cerita Intan, dan mengabaikan saya. Setelah Intan selesai, seisi ruangan (kecuali saya) tertawa terbahak-bahak karena ceritanya.


Saya merasa nelangsa sekali. Segera saya masuk ke kamar Mbah, menyembunyikan air mata. Memang saya akui, Intan pandai memikat lawan bicara karena gaya bicaranya ceplas-ceplos. Suatu kelebihan yang tidak saya miliki. Namun bukankah seharusnya Bapak mau menyediakan telinga untuk cerita saya, putrinya sendiri? 


Kejadian itu membuat saya belajar banyak hal. Di antaranya:

1. Kamu harus menarik agar diperhatikan orang lain;
2. Saudara atau bukan, tak ada hubungannya dengan rasa empati;
3. Lebih baik saya mencari jalur alternatif, agar tidak ditabrak pelintas lain yang punya kendaraan lebih menawan.


Demikianlah, hidup terus berjalan. Saya pun mengamalkan pelajaran nomor tiga. Alih-alih berusaha memperbaiki gaya bicara, atau penampilan misalnya, saya malah menarik diri dari keramaian. Saya lebih suka tenggelam dalam bacaan, apa saja jenisnya. Entah itu komik, novel, cersil, cergam, majalah, buku agama, buku IPA, koran, bahkan bungkus snack yang saya beli di warung. Dengan membaca saya merasa menemukan dunia baru, sensasi pengetahuan baru, mengenal tempat-tempat asing beserta penduduknya; pendek kata saya mendapatkan teman yang tidak akan mengabaikan saya.


Selain membaca ada satu lagi kegemaran saya yang muncul belakangan, yaitu menciptakan cerita-cerita. Awalnya saya tuangkan cerita-cerita itu ke dalam bentuk gambar. Di lembar-lembar buku tulis, saya asyik menggambar bebek-bebek yang saling mengobrol. Setiap kali saya bosan mendengarkan guru di depan kelas, maka saya akan  menggambar. Saya tenggelam ke dalam cerita yang saya ciptakan sendiri. Akibatnya guru-guru tersebut bakal menegur dengan lemparan kapur tulis, agar saya kembali memperhatikan pelajaran. Apakah saya menjadi kapok? Tentu saja tidak.


Beberapa teman sekelas di masa itu menganggap saya aneh dan tukang bikin masalah dengan guru. Mereka yang berpikir seperti itu lalu menjauhi saya. Namun saya tidak begitu memusingkannya. Sepanjang saya punya buku untuk dibaca, dan kertas untuk digambari, tidak mengapa tidak punya banyak teman di kelas. Begitulah cara saya membangun pertahanan diri.


Ketika memasuki masa remaja, kebiasaan membuat cerita bergambar pun surut. Sebagai gantinya saya mengenal buku diary. Karena tidak setiap masalah yang saya alami bisa saya katakan dengan bebas kepada orang tua, buku diary itu menjadi tempat bercerita yang paling baik. Saya merasa amat nyaman dan lancar ketika menuliskan yang ada di pikiran saya. Ajaib sekali, betapa banyak kata-kata yang mengalir keluar melalui goresan pena, lalu memenuhi lembar-lembar diary saya. Setiap usai menulis, saya merasakan kelegaan yang paling plong. 


Di SMP, bacaan  saya meluas. Beruntung sekolah saya memiliki perpustakaan yang cukup lengkap. Di situ saya menemukan buku-buku sastra angkatan balai pustaka, bersanding dengan majalah MOP,  majalah Anita Cemerlang, dan  bahan ajar lain. Selain itu, ada klub drama yang diampu guru bahasa Indonesia. Saya bergabung di klub ini, dan mendapatkan banyak ilmu baru tak hanya terbatas pada drama. Sebab guru kami mengajarkan pula prosa lama dan baru.


Terkait prosa baru, khususnya cerpen, saya punya pengalaman tak terlupakan. Ketika saya duduk di kelas 2, sekolah kami merayakan ulang tahunnya dengan berbagai lomba internal, salah satunya ialah lomba menulis cerpen. Saya merasa tertantang mengikutinya. Terutama karena di masa itu, saya banyak menjejali diri dengan membaca aneka cerpen remaja di majalah Anita Cemerlang, Aneka Yess, Gadis, dan Hai. Jadi mengapa saya tidak mencoba membuat cerita sendiri? Kemudian saya mulai menulis, setelah selesai langsung saya kirimkan ke posko pengumpulan naskah di perpustakaan.


Ketika diumumkan hasilnya, cerpen saya yang berjudul "Ketika Kamu Sakit" tersebut,  keluar menjadi juara.    Saya tidak tahu  bagaimana cara juri menilai   sehingga menganggap karya saya  itu yang terbaik. Dalam angan-angan saya,  mungkin karena jalan ceritanya yang dramatis, atau dialog-dialog nan puitis, atau penokohan yang sempurna. Semua kemungkinan ini membuat saya berbunga-bunga; ternyata saya punya bakat terpendam. (Baru belakangan saya mengetahui faktanya: cerpen saya adalah satu-satunya peserta dalam lomba itu. Apakah saya jadi merasa malu? Tidak juga. Itu, kan, bukan urusan saya).


Sayangnya, setelah menjuarai lomba di SMP tersebut, semangat menulis saya byar-pet, byar-pet, di tahun-tahun selanjutnya. Meskipun begitu, saya tetap membaca banyak buku. Itu tamasya tidak tergantikan. Barulah di tahun 2004 saya kembali tergugah untuk menulis. Saya bergabung dengan Forum Lingkar Pena cabang Purwokerto yang baru mulai didirikan. Kali ini saya bertekad untuk mempelajari cara-cara menulis yang baik dan benar. Terutama menulis fiksi, karena saya menyukai cerita.


Di tahun itu pula, ketika warnet sedang menjadi tren, saya memberanikan diri mengikuti Close Up Movie Planet Competition. Sebuah kompetisi  menulis ide cerita unik dan segar, yang lalu akan diwujudkan menjadi karya film pendek. Tawaran hadiahnya amat menggiurkan. Saya suka membayangkan diri saya menang, lalu terbang ke Australia untuk mengikuti pelatihan membuat film pendek. Pasti 'wow' sekali. Maka saya pun bersemangat mengikuti kompetisi itu. Usai mengirimkan karya, saya tidak mengikuti lagi berita dari Close Up Movie Competition. Entah siapa juaranya, yang jelas bukan saya.


Saya bertahan ikut FLP cabang Purwokerto selama tiga bulan saja. Penyebabnya karena saya mulai kuliah D3 di kampus swasta, ditambah membantu usaha orang tua, dipungkasi memberi les-les privat. Jadi terpaksa saya menyisihkan keinginan belajar menulis cerpen hingga waktu yang saya sendiri tidak tahu.


Di tahun 2006 saya kembali menulis cerpen. Awalnya saya tulis di buku, lalu saya pindahkan ke komputer di kampus, dan dibaca beberapa teman. Mereka menyatakan apresiasinya terhadap kisah itu. Saya juga menulis sebuah cerita anak untuk dikirimkan ke majalah Bobo via pos. Tak disangka, cerita berjudul "Didi dan Sepiring Nasi" itu dimuat beberapa minggu kemudian. Kala itu Bobo terbit satu pekan sekali. Betapa bahagia hati saya, mendapat kiriman bukti terbit, dan wesel berisi honor. Teman-teman di kampus yang mengetahui hal ini ikut mengucapkan selamat atas pemuatan karya saya.


Namun setelah itu saya kembali vakum. Apalagi di tahun 2006 itu pula saya menikah. Dan kesibukan baru setelah berkeluarga berhasil membuat saya lupa pada cerpen. Saya masih menulis diary, sesekali di waktu luang, berkomunikasi dengan diri sendiri. Hanya itu saja.  Tahun-tahun yang berlalu menyisakan kenangan samar belaka perkara dunia cerpen.


Tahun 2015 menjadi awal baru. Bermula dari HP Nokia C3 milik Ibu, saya terkoneksi kembali dengan internet. Saat membuka-buka akun Facebook saya menemukan informasi tentang grup-grup kepenulisan. Hal tersebut membuka lagi kenangan samar sekaligus kerinduan pada dunia menulis. Saya segera memilih bergabung dengan salah satu grup kepenulisan, yang didirikan seorang penulis wanita terkenal. Di situ saya kembali belajar menulis yang baik dan benar. Saya merasa telah lama berkarat, perlu diasah lagi.

Dari satu grup ke grup, membuka jalan saya untuk berkenalan dengan penulis-penulis yang lebih dulu eksis. Banyak dari mereka yang bersikap rendah hati, mau berbagi ilmu tentang kepenulisan yang mereka miliki. Sungguh suatu keberuntungan bagi saya.


Begitulah hingga hari ini, detik saya membuat tulisan ini. Saya selalu merasa berkarat dalam hal ilmu menulis. Ibarat uang tidak turun dari langit, begitu pun kemampuan manusia yang tidak serta merta mahir atau mumpuni; butuh belajar terus menerus, selama hayat dikandung badan. Jika saya berhenti maka saya akan tamat. Seringkas itu. (*)


Cilacap, 18-200720

(Tulisan ini diikutsertakan dalam Lomba Blog Catatan Pringadi bekerjasama dengan Tempo Institute).


Sabtu, 16 Mei 2020

Cilacap, Home Sweet Home



Assalamu'alaikum Wr.Wb.

Sudah jelas lebaran kali ini nggak ada acara mudik. Yang artinya keluarga kami nggak kumpul-kumpul bareng adik-adik, dan bapak saya di Patikraja. Kami pun menghapus agenda keliling rumah saudara di Purwokerto. Babai pula acara jalan-jalan menikmati wisata di kota pelajar itu. Yamogimanalagi, ya, kan? Kewajiban kita mematuhi himbauan positif dari pemerintah.

Jadi daripada terus gabut nggak jelas, kini program lebaran saya dan keluarga ialah: Cilacap, Home Sweet Home. 😁
Yak, Cilacap akan jadi rumah tunggal kami. Yeaaayyyy!

Foto: GPS tracker.

Sebenarnya, sih, bicara silaturahmi keluarga, di kota ini banyak kaum kerabat dari pihak si Abi, termasuk bapak mertua saya. Mungkin nantinya kami bakalan mengunjungi beliau, termasuk beberapa kerabat terdekat. Toh, mereka semua tinggal di wilayah kota, nggak pake mblusuk ke pinggir wilayah Cilacap (nan luas ini).

Umpama kemungkinan tersebut di atas terlaksana, tentu kami tetap mengikuti beberapa protokol kesehatan; pakai masker, cuci tangan dengan sabun dan air sering-sering, dan tidak salaman sembarangan. Plus bepergian tidak dalam jangka waktu terlalu lama. Ya, seperti itu gambarannya.

Baiklah, rencana sudah dibuat. Sekarang saatnya saya kembali konsen mengisi hari-hari Ramadhan, yang hampir berakhir ini.

Bye, Sobat. (*)

Cilacap, 15-160520


#Day26
#BPNRamadan2020

Selasa, 12 Mei 2020

Harapan-harapan Baik untuk Ramadhan Mendatang


Foto: Pixabay


Assalamu'alaikum Wr. Wb


Semangat pagi, Sobat! Dalam situasi seburuk apa pun, mari tetap jaga harapan di dalam dada. Harapan yang baik mampu menjaga kewarasan kita. Bukankah ada pepatah berbahasa Inggris mengatakan, "Every cloud has a silver lining". Atau mengutip janji Allah yang sudah pasti, di dalam Al-Quran: sesungguhnya sesudah kesulitan ada kemudahan. Jadi, tak ada alasan berputus asa. 😊

Masih membahas tentang menjalani puasa  di tengah pandemi, saya ingin kita saling berbagi harapan baik, nih, Sobat. Kalau harapan-harapan saya sederhana saja:

1. Situasi  normal kembali

Ya, tanpa intaian wabah, hidup kita kembali normal. Tak ada pembatasan wilayah, kewajiban menjaga jarak, rasa aman kembali pada kita. Saya rasa ini pun menjadi harapan semua orang.

2. Bisa beribadah lagi secara berjamaah di masjid


Cukup sudah kita merasakan 'kesunyian' pada Ramadhan kali ini. Semoga tahun depan masjid-masjid kembali makmur oleh kegiatan ibadah. Mulai dari majelis ilmu, tadarus, shalat berjamaah, tempat singgah para musafir. Aamiin.

3. Perekonomian pulih


Semoga perekonomian rakyat kembali pulih seperti sediakala. Yang sempat kehilangan mata pencaharian, kembali bekerja secara normal. Yang dagang bisa jualan lagi dengan tenang; daya beli pun kembali baik.  Bagaimanapun perekonomian yang stabil, membawa ketenangan, keamanan, dan kesejahteraan bagi rakyat.

4. Kesehatan masyarakat terpelihara

Jangan lagi ada cerita, orang takut berobat karena ngeri disangka terpapar Corona. 🙁  

Semoga kejadian pandemi ini membawa perubahan ke arah yang lebih baik bagi dunia kesehatan kita.  Baik bagi petugas medis, maupun pengguna jasa medis.


Itulah beberapa harapan saya untuk masa mendatang. Apa harapan kalian? (*)


Cilacap, 10-110520


#Day21
#BPNRamadan2020

Hal-hal yang Patut Disyukuri dari Ramadhan Tahun Ini


Foto: Pixabay


Assalamu'alaikum Wr.Wb

Allah Mahakuasa, makhluk tak kuasa. Ungkapan ini kerap saya dengungkan dalam hati dalam menyikapi kondisi sekarang. Bagaimana tidak? Ramadhan tahun lalu tentu tak pernah terbersit di benak kita, bakal mengalami situasi yang berbeda 180 derajat.

Tahun lalu kita masih melaksanakan aneka ritual bulan puasa: tarawih berjamaah di masjid, buka bersama, ngabuburit, tadarusan, dengerin ceramah-ceramah. Belum lagi segala bebunyian mercon, kembang api, atau kentongan ronda sahur yang meningkahi hari-hari puasa.

Tetapi tahun ini kita tinggalkan semuanya. Beribadah dari rumah saja. Rasa semarak menyambut Ramadhan seolah hilang. Semua gara-gara pandemi. Begitulah kira-kira yang banyak di pikirkan orang-orang.

Benarkah?

Menurut saya, tidak juga. Rasa semarak di bulan Ramadhan ini masih ada. Hanya berpindah ke dalam rumah kita masing-masing. Kegiatan-kegiatan positif untuk mengisi bulan Ramadhan menjadi terpusat dari rumah. Kini lantunan ayat-ayat Al-Quran lebih kerap terdengar dari mulut anggota keluarga.  Para ayah mendapat kehormatan mengimami shalat tarawih. Bukankah itu indah?

Ya, di balik musibah yang menimpa, tetap Allah sediakan banyak kebaikan dan hikmah bagi manusia. Tetap ada hal-hal yang patut disyukuri. Misalkan saja:

1. Masih diberi umur dan iman untuk menjalani Ramadhan


Bagaimanapun kondisinya, Ramadhan tetaplah istimewa, datang hanya setahun sekali. Alhamdulillah saya dan keluarga masih diberi umur hingga detik ini. Kami masih diberi kesempatan meraih pahala, dan melarung dosa-dosa yang telah ditimbun sebelumnya.

2. Kesempatan meningkatkan amal harian yang selama ini terabaikan


Dengan banyak berdiam di rumah, malah terlihat sekali betapa bolongnya amalan saya selama ini. Saya jarang shalat sunah, tadarus Al-Quran sedikit, malas membaca buku-buku agama, jarang zikiran, dan lain-lain. 😫 
Maka inilah kesempatan besar bagi saya meningkatkan ibadah. Mumpung diberi "space" luas oleh Allah. Kapan lagi?

3. Merekatkan rasa kebersamaan dalam keluarga


Keluarga kita adalah inti dari masyarakat. Bagaimana kita menginginkan punya masyarakat yang 'sehat', jika hubungan antar anggota keluarga sendiri tengah 'sakit'? 

Kejadian pandemi ini membuat kita kembali berpaling pada keluarga. Ditambah suasana puasa, klop sudah. Kita disadarkan alias diingatkan lagi untuk membersamai keluarga.
Saya bersyukur diberi kesempatan macam ini.

4. Meningkatnya rasa kepedulian sosial di masyarakat


Jumlah orang-orang yang terdampak secara ekonomi akibat pandemi covid-19 amatlah banyak. Luangkan waktu untuk melihat sekitar kita sendiri. Saya yakin kita akan mendapatinya.

Bersyukur kondisi ini justru memantik rasa kepedulian sosial, dari warga untuk warga, dari masyarakat untuk masyarakat. Kepedulian melahirkan kebaikan, lalu kebaikan pun menular. Pada akhirnya kita bergandengan tangan untuk menghadapi musibah.


Hal-hal tersebut di ataslah membuat saya optimis, kita akan baik-baik saja. Ramadhan tahun ini memang luar biasa. Bagaimana menurut kalian, Sobat? (*)


Cilacap, 09-110520


#Day20
#BPNRamadan2020

Jumat, 08 Mei 2020

Ide Kegiatan di Bulan Ramadhan



Img. Pixabay


Assalamu'alaikum Wr.Wb

Tanpa terasa kita telah menjalani separuh bulan Ramadhan, ya, Sobat.
Apa kegiatan kalian selama ini? Masa-masa selama #dirumahsaja seperti sekarang, paling pas jika kita pakai untuk mengisi ulang ruhani. Sebab ruhani yang sehat, akan mendatangkan ketenangan jiwa, dan kesehatan tubuh.

Untuk itu saya ingin berbagi beberapa ide kegiatan yang bisa kita lakukan di rumah selama Ramadhan. Yaitu:

1. Membaca buku-buku kajian agama

Ada banyak macam kitab/buku yang bisa menambah ilmu pengetahuan kita, buah karya para ulama yang wara'. Misal: buku Fiqih Islam, Hadits Sahih Bukhari, Fadhilah Amal, Fadhilah Sedekah. 

Luangkan waktu khusus untuk membaca-baca kitab semacam ini, misal setelah Zuhur. Tujuannya agar kita bisa maksimal memetik manfaatnya.

2. Meningkatkan bacaan Al-Quran 

Keutamaan membaca Al Qur'an banyak disebutkan dalam berbagai hadis sahih. Antara lain:

Dari Utsman r.a beliau berkata, bersabda Rasulullah s.a.w., "Sebaik-baik kamu adalah orang yang belajar Al-Quran dan mengajarkannya."

Jadi mumpung kini bulan mulia, di mana semua amalan dilipatgandakan pahalanya, kita bisa menambah bacaan Al-Quran kita. Umpama di hari-hari biasa kita hanya membaca dua lembar setiap usai Magrib, maka kita tinggal  menambah lebih banyak lagi usai tiap shalat fardhu.

3. Menambah hafalan surat pendek

Selain membaca Al-Quran, tak ada salahnya kita berusaha menambah hafalan kita terhadap surah-surah di dalamnya. Kita bisa memulainya dari surat-surat di juz ke 30/juz amma, yang relatif pendek-pendek ayatnya. Sehingga bacaan shalat kita tidak melulu surat 3 Qul saja, bukan? (Qulhu, Qul Falaq, Qul nas).

4. Shalat Tarawih berjamaah bersama keluarga 

Tahun ini benar-benar tahun spesial bagi kebersamaan dalam keluarga. Termasuk perihal beribadah pun bisa kita lakukan bersama anggota keluarga. Si Ayah menjadi imam, si ibu, serta anak-anak makmumnya. Sungguh syahdu rasanya, bukan?
Hitung-hitung ini saat yang tepat bagi para ayah melongok kemampuan membaca Al-Quran, ya.

Demikian yang dapat saya sampaikan. Semoga bermanfaat, Sobat. (*)

Cilacap, 070520 (late post)

#Day18
#BPNRamadan2020






Senin, 04 Mei 2020

3 Tempat yang Ingin Kami Kunjungi Usai Pandemi



Assalamu'alaikum Wr. Wb.

Sudah beberapa hari ini Hanna gemar memakai sepatu sekolahnya, lalu berjalan-jalan di depan rumah. Saya mafhum, itu salah satu ekspresinya kangen sekolah. Atau ketika ia berceloteh menyebut nama-nama teman sekelasnya. Itu juga cara lain ia menyatakan ingin berangkat ke sekolah lagi.

Si sulung tak beda jauh. Ia sering kedapatan gelisah, atau melamun. Seharusnya bada lebaran kegiatan di pondok sudah berjalan kembali. Namun kini belum bisa dipastikan lagi.

Kami benar-benar rindu kehidupan yang normal sebelum pandemi ini datang. Kami ingin bersilaturahmi kembali dengan kaum kerabat. Maka selain berdoa, menjalankan anjuran kesehatan, pikiran positif juga harus dijaga. Supaya imunitas fisik maupun psikis tetap kuat. Iya, kan, Sobat?

Btw, umpama pandemi ini berakhir dan roda kehidupan normal kembali, kami ingin sekali bisa bepergian jauh. Khususnya ke 3 tempat berikut ini:

1. Purwokerto


Alun-alun Purwokerto. Img: liputan6.com

Kota ini adalah tempat tinggal kami sebelum hijrah ke Cilacap 5 tahun lalu. Nggak heran, banyak kenangan manis, pahit, kecut, tertinggal di sana. Farhan dan Hanna pun lahir di kota pelajar ini. 

Selain itu kami ingin bersilaturahmi kepada sanak kerabat, dan para sahabat. Sambil berwisata tipis-tipis tentunya. Mengingat sekarang ini banyak tempat wisata alam dan kuliner bermunculan di Purwokerto.

2. Yogyakarta


Salah satu sudut Malioboro. Sumber: hipwee.com

Kota ini memang punya magnet tersendiri bagi wisatawan. Kami pun ingin turut merasakan denyut kota Yogyakarta. Apalagi tak jauh dari sini, hanya berjarak satu jam perjalanan, tepatnya di Klaten, ada Adik saya tinggal. Sehingga kami bisa sekalian bersilaturahmi dengan Adik dan suaminya.

3. Bangka


Sungai Batu Rusa, Bangka. Sumber: Wikipedia

Ada ikatan batin spesial antara saya dan pulau ini. Di ibukotanya yakni Pangkal Pinang, sejarah keberadaan saya ditorehkan. Di pulau ini pula tinggal pihak keluarga dari pihak Ibu. Kemana pun saya melangkah pergi, hati kami telah saling terpaut.

Pun di Bangka konon terdapat pantai-pantai landai berpasir putih nan elok. Sungguh saya ingin mengajak keluarga kecil saya datang ke sana, membuktikan secara langsung. Semoga keinginan ini dikabulkan oleh Allah yang Mahakuasa.


Itulah 3 tempat yang ingin kami kunjungi usai pandemi. Kalau kalian? (*)

Cilacap, 030520

#Day14
#BPNRamadan2020

Sabtu, 25 April 2020

Kepompong Ramadhan

Kepompong| Pixabay


Assalamu'alaikum Wr. Wb.

Alhamdullilah,  sebagai seorang muslim saya merasa amat bersyukur masih bisa berjumpa dengan Ramadhan tahun ini. Saya yakin rasa yang sama dialami oleh jutaan kaum muslimin di seluruh dunia. Bagaimana tidak? Di tengah himpitan ketidakmenentuan situasi pandemi, Ramadhan bak oase. Ada berlimpah kebaikan, pahala yang dijanjikan Allah SWT, bagi hamba-hamba-Nya yang mau. No matter what.

Iya, sih, memang banyak perbedaan suasana antara Ramadhan tahun sebelumnya dengan tahun ini. Coba yuk, kita list:

- Tidak ada tarawih berjamaah di masjid;
- No tadarusan bareng kayak biasanya;
- Nggak ada kultum-kultum bada isya atau subuh;
- Bukber bersama di luar rumah ditiadakan;
- Ngabuburit sepi;
- Nggak ada petasan banting dinyalakan.
Ada lagi yang kelewat? Sobat tambahin sendiri, yaa. 😄

Gara-gara si kopidnentin, sih! Pasti itu dalih kebanyakan orang. Namun coba kita merenung sebentar, Sobat. Kita lihat masalah ini dari sisi lain, masa nggak ada manfaat yang bisa diambil? Kan, katanya semua hal di dunia punya dua sisi berlawanan. Kalau ada sisi nyebelin, pasti ada sisi nyenengin juga.

Kalau menurut hemat saya, nih, ya, sekarang adalah waktunya kita memperbaiki kualitas diri sebagus mungkin. Loh, kok?

Mari ngaku, selama ini Ramadhan kita berjalan hanya di kulit luar saja bukan? Kita rame-rame ke masjid tarawihan, tadarusan, tiap hari ngabuburit, mengeluarkan lebih banyak duit demi takjilan di rumah, belanja ini-itu untuk persiapan lebaran (padahal puasanya aja baru mulai seperempat jalan). Habis itu tinggal capeknya yang terasa. Kita balik lagi ke habit sehari-hari, seolah Ramadhan nggak kasih pelajaran ruhani apa pun. Bener nggak, Sobat? Eh, maaf, mbak Gita aja kaleee yang kayak gitu. 😜 Hmm....

Maka seperti saya sebut di atas, justru Ramadhan tahun ini adalah kesempatan memperbaiki kualitas diri. Saatnya kita menjadi kepompong. Sebagaimana perjuangan seekor ulat yang ingin bermetamorfosis menjadi kupu-kupu cantik, ia kudu rela tapa brata; membungkus dirinya dalam kepompong selama sekian hari, menahan diri dari nafsu. Hingga kelak pada masanya, dengan penuh kebanggaan ia keluar dari kepompong sebagai makhluk yang lebih indah.
Demikian pula harapannya bagi diri kita.

Kita perbagus kualitas ibadah di rumah Eratkan komunikasi dengan anak-anak, pasangan, atau orangtua. Ajak anggota keluarga kita mengisi waktu dengan amalan rumah, misal mengkaji buku-buku, menghapal Al Qur'an, shalat tarawih berjamaah, dll.  Saya teringat seorang teman yang mengunggah status terkait hal ini. Begini bunyinya:


Statusnya inspiratif, apalagi karena dia pun seorang ayah. 😁

Jadi bagaimana, Sobat? Jangan gabut lagi, ya. Menjadi kepompong Ramadhan? Kenapa tidak? (*)

Cilacap, 240420

#Day5
#BPN30DayRamadan2020

Rabu, 22 April 2020

Simpang Siur Berita di Masa Pandemi



Mengamati Wajah-wajah. Sumber: pixabay

Assalamu'alaikum Wr. Wb.

Halo, sobat! Jumpa lagi kita. Selamat hari Kartini bagi para perempuan Indonesia. 🌹💐

Kita masih membicarakan si Kopidnentin, nih, Sobat. Kalian pasti sedikit banyak telah merasakan tekanan suasana akhir-akhir ini. Seperti tengah dibayangi awan hitam tebal yang menutupi sinar matahari, begitulah gambarannya. Semua ini terjadi tentu saja karena makin hari keadaan makin terasa tak menentu, para ODP dan PDP terus bermunculan. Mereka bisa jadi adalah orang yang telah kalian kenal, entah teman, tetangga, atau bahkan saudara sendiri.

Ketika Sobat ke warung dekat rumah hendak beli kopi, tahu-tahu ada pembeli yang memberikan, "Kemarin jalan S dilokdon! Ada yang positif!" Sedangkan Sobat dan si pembawa kabar itu  sama-sama tahu  bahwa jalan S  hanya berjarak satu kilometer dari wilayah Sobat. Tentu berita barusan bakal bikin kalian cemas, takut, gelisah, bukan? Acara beli kopi lalu pulang malah bisa jadi berpanjangan dengan kalian saling bicara dan bertukar ketakutan. Bener, nggak?

Nah, padahal ya, berita-berita semacam itu belum pasti kebenarannya, loh! Maksudnya?
Maksud saya, okelah jalan S sudah dilokdon. Tapi benarkah orang yang dinyatakan positif itu betul-betul positif terinfeksi Covid-19? Hmmm... Bingung jawabnya. Lalu, sudahkah ada rilis resmi mengenai status orang itu, dari RSUD atau dinas kesehatan? Hmmm... Belum, sih. Nah, itu! Itu namanya berita masih simpang siur.

Sobat, untuk mengetahui status apakah seseorang terpapar cinta atau nggak, kita bisa menandainya secara kasatmata. Sebab biasanya ada perubahan perilaku secara mencolok, yang pendiam jadi makin diam, yang cerewet jadi pendiam, misalnya. Atau tahu-tahu jadi punya hobi baru, dulu nggak suka masak sekarang hobi banget praktek resep, dulu benci mancing sekarang tahu-tahu hapal semua merk tongkat pancing. Dst, dsb, endebre-endebre. 😛

Tapi berkebalikan dengan status terpapar Corona, kita tidak bisa langsung memutuskan dari gejala-gejala yang kasatmata. Kita perlu bantuan alat tes, Sob. Karena yang kita hadapi adalah makhluk berukuran mikroskopik dan bersembunyi di dalam jaringan tubuh manusia.

Nah, berdasarkan ilmu medis terkini kita bisa tahu ada 2 jenis tes yang lazim dipakai. Pertama rapid test, kedua swab test. Saya kutip dari laman alodokter, yuk cekidot penjelasan kedua macam tes tersebut.

1. Rapid Test


Petugas medis menunjukkan alat Rapid Test. Sumber: web Kompas.com

Rapid test adalah metode skrining awal untuk mendeteksi antibodi, iyaitu IgM dan IgG, yang diproduksi oleh tubuh untuk melawan virus Corona. Antibodi ini akan dibentuk oleh tubuh bila ada paparan virus Corona.

Dengan kata lain, bila antibodi ini terdeteksi di dalam tubuh seseorang, artinya tubuh orang tersebut pernah terpapar atau dimasuki oleh virus Corona. 

Namun perlu  diketahui, pembentukan antibodi ini memerlukan waktu, bahkan bisa sampai beberapa minggu.
Jadi, rapid test di sini hanyalah sebagai pemeriksaan skrining atau pemeriksaan penyaring, bukan pemeriksaan untuk mendiagnosa infeksi virus Corona atau COVID-19.

Tes ini ditujukan agar pemerintah dan petugas kesehatan bisa mengetahui siapa saja orang yang berpotensi menyebarkan virus Corona dan melakukan tindakan pencegahan agar jumlah kasus COVID-19 tidak semakin bertambah.

2. Swab Test

Pemeriksaan swab Test. Sumber: Borneo Post Online

Swab test, yang dimaksudkan untuk pemeriksaan konfirmasi Covid-19, adalah mengambil sampel dari saluran pernafasan (biasanya tenggorokan dan mukosa hidung), dengan alat khusus seperti cotton bud panjang. Kemudian sampel dimasukkan ke kontainer khusus dan diperiksa di laboratorium menggunakan metode RT-PCR (Reverse Transcription Polymerase Chain Reaction). 

Pemeriksaan ini adalah pemeriksaan kuantitatif yang dapat mendeteksi virus SARS-CoV-2 di dalam tubuh penderita, baik pada penderita dengan atau tanpa gejala (asimtomatis) - carrier.

Sekarang sudah lebih jelas, kan, Sobat? Mudah-mudahan kita terhindar dari kepanikan berlebihan kala menerima berita apa pun perihal covid-19. Karena bisa mempengaruhi daya imunitas tubuh kita sendiri. Paling aman, tetap ikuti anjuran pola hidup sehat dan bersih di lingkungan kita. Semoga wabah ini segera menghilang dari kehidupan kita. Aamiin. (*)

Cilacap, 210420

Baca juga: Sudah Jatuh, Masa Harus Ditimpa Tetangga Pula?


#Day2
#BPNRamadanDay2020



Selasa, 21 April 2020

Portal Mandiri oleh Warga

Warga RW XI, Donan, Cilacap Tengah, melakukan penutupan wilayah secara mandiri. Dokpri.


Assalamu'alaikum Wr. Wb.

Halo, Sobat! Bahagia rasanya saya bisa kembali menjumpai kalian lewat tulisan. Semoga kita semua dilimpahi kesehatan, keamanan, dan rezeki oleh Allah, yaa. Aamiin.

Tanpa terasa telah berlalu sebulan semenjak himbauan Bapak  Bupati, agar warga Cilacap mengurangi aktivitas di luar rumah, kecuali bersifat mendesak. Selama itu pulalah KBM di sekolah telah diliburkan, diganti dengan belajar di rumah. Tak lupa dilakukan sosialisasi Gerakan Masyarakat Sehat meliputi menjaga kebersihan diri, etika batuk dan bersin, konsumsi makanan sehat, serta menjaga jarak aman di tempat umum, dan larangan berkerumun.

Dinas terkait bekerja sama dengan satpol PP pun melakukan penyemprotan desinfektan di area publik; pembagian masker cuma-cuma; hingga penyediaan air bersih mengalir, sabun, serta cairan antiseptik di muka kantor-kantor pemerintah maupun swasta. Kesemua hal tersebut di atas dilakukan demi melawan penyebaran si kopidnentin, aka Covid-19.

Saya pikir sobat semua sudah banyak membaca artikel, atau menonton berita sehingga mengetahui  apa dan bagaimana cara penularannya kepada manusia. Namun tak ada salahnya jika di bawah ini saya sisipkan sebuah infografis tentang virus Corona.

Salah satu poster infografis mengenai Covid-19 di web cnnindonesia.com. 

Sayangnya masih banyak masyarakat yang abai terhadap aneka himbauan pemerintah, dengan berbagai alasan, salah satunya alasan ekonomi. (Ya, maklum saja, urusan perut bisa bikin orang kalap bila tidak terpenuhi. Maka diperlukan kebijakan yang tepat guna memberi solusi masalah ekonomi di masa pandemi ini). Hal ini membuat peta penyebaran virus malah semakin meluas, dan Dinas Kesehatan serta paramedis dipaksa semakin bekerja keras.

Dalam situasi begini, bermunculanlah inisiatif dari warga masyarakat untuk membuat portal  mandiri di lingkungan masing-masing. Ambil contoh sebagaimana foto di atas, warga RW XI kelurahan  Donan. Mereka telah membuat beberapa portal yang memagari batas antar RW, dengan satu pintu masuk yang dijaga beberapa pemuda secara bergiliran.  Warga yang berkendara sepeda motor atau mobil, kemudian mencuci tangan dengan air dan sabun yang telah disediakan.

Tentunya dengan adanya portal tersebut, warga berharap dapat melakukan pemantauan lalu lintas orang di lingkungannya. Sehingga mengurangi resiko penyebaran virus Corona. Tentu inisiatif ini patut diapresiasi semua pihak.

Meskipun demikian, sayangnya ada beberapa 'lubang masalah' dalam pelaksanaan portal mandiri ini. Yaitu:

1. Keberadaan portal memang bisa mengurangi lalu lalang pengendara kendaraan bermotor, tetapi tidak dengan pejalan kaki. Orang-orang ini tetap leluasa menerobos wilayah itu tanpa pengawasan penjaga portal. Karena tetap ada celah yang cukup lebar. Artinya, belum semua warga mau mematuhi pembatasan wilayah tersebut.

2.  Pos-pos penjagaan tersebut rentan dimanfaatkan sebagai tempat kumpul-kumpul pemuda. Ada yang bermain gitar, gawai, atau mengobrol. Tentunya kondisi ini justru melanggar larangan berkerumun. Mereka pun tidak menerapkan aturan standar menjaga jarak aman, dan tidak memakai masker.

Baca juga: Simpang Siur Berita di Masa Pandemi

Sungguh patut disayangkan, bukan? Menurut saya, seyogyanya inisiatif warga tersebut diikuti pengawasan dan pendampingan dari pihak berwenang misalnya pemerintah desa, dan dinas kesehatan daerah. Pendampingan itu perlu agar warga benar-benar teredukasi mengenai cara pencegahan penyebaran wabah yang benar. Tujuannya tentu agar tidak menimbulkan masalah baru atau bahkan blunder yang tidak perlu.

Sebab keinginan dan doa kita semua sama:  wabah segera berlalu. Maka  diperlukan sinergi antara pemegang kebijakan dan masyarakat umum. (*)

Cilacap, 200420

#Day1
#BPNRamadanDay2020