Cari Blog Ini

Selasa, 15 Januari 2019

[Cernak] Belajar dari Keluarga Jemi


Dok. Pribadi


Oleh: Gita FU

Siang hari begini enak dipakai untuk tidur  sejenak. Namun Farhan, anak kelas lima SD Pagi Cilacap, lebih suka bermain mobil di  karpet ruang tengah. Di sebelahnya ada Hana, sang adik yang duduk di TK, bermain pula dengan boneka Barbie. Sekolah masih libur panjang.

"Mas, aku pinjam mobilnya buat Elsa, ya!" pinta Hana. Elsa adalah nama bonekanya.

"Ya, tapi yang warna hijau saja," jawab Farhan.

Tak lama Hana kembali meminta. "Mas, mau pinjam yang pemadam kebakaran itu juga!"

"Eh, jangan! Yang ini sedang kupakai. Mobil polisi ini saja, ya."

Hana menggeleng kuat-kuat, wajahnya merengut. "Nggak mau!"

Farhan mulai gusar, tapi masih berusaha membujuk adiknya. "Mobil polisinya kan bagus, warnanya cocok sama baju Elsa. Mau, ya?"

"Nggak mau!"

Akhirnya  mereka bertengkar. Farhan tetap menolak permintaan Hana. Sedangkan Hana terus memaksa. Bersamaan dengan itu Ibu pulang dari warung. Tangannya menenteng  plastik berisi belanjaan.

"Assalamu'alaikum! Lho, ini kenapa Mas Farhan sama Adek? Sampai tidak menjawab salam," tegur Ibu.

"Waalaikumussalam, Bu," jawab Farhan. "Ini Hana mau merebut mainanku. Padahal sudah kukasih  lainnya."

"Mas Farhan pelit, Bu! Aku kan pingin pinjam mobil yang itu juga, tapi nggak dikasih!" adu Hana.

Ibu berdecak kesal. "Aduh, kalian ini  semangat sekali bertengkar nya. Coba siapa yang mau mengalah?"  Farhan maupun Hana sama-sama buang muka. Mereka menolak tawaran itu. Ibu sampai geleng-geleng kepala dibuatnya.

Tiba-tiba terdengar suara meongan kucing di halaman belakang.  "Wah, itu Jemi pulang. Dia pasti membawa sesuatu. Siapa mau lihat bareng Ibu?"

Ibu beranjak membuka pintu ke halaman belakang diikuti Hana dan Farhan. Benarlah kata Ibu,  Jemi kucing betina kampung  mereka, membawa seekor cecak di moncongnya. Si kucing mengeong-ngeong sambil melihat ke sekeliling halaman. Tak lama kemudian empat ekor anak kucing berlarian menghampiri Jemi. Lalu si induk meletakkan  cecak yang masih hidup itu di tanah. Segera saja cecak itu jadi bahan rebutan  anak-anak kucing.

"Coba lihat," tunjuk Ibu. "Dua anak kucing berbulu kuning itu 'kan, anaknya Jesi. Tapi ternyata mereka bisa  bermain rukun bersama anak-anak Jemi yang berbulu belang tiga itu."

Jesi adalah kucing betina saudaranya Jemi, yang mati akibat makan tikus beracun. Setelah Jesi tiada, anak-anaknya diasuh oleh Jemi. Mereka ikut pula menyusu serta bermain selayaknya saudara kandung dengan anak-anak Si Jemi. Sungguh menyenangkan melihat empat ekor anak kucing yang lucu-lucu itu saat tengah bermain. Sementara Jemi mengawasi dengan tenang.

"Iya, ya. Mereka rukun," celetuk Farhan kagum.

Ibu tersenyum, "Makanya mari belajar dari keluarga Jemi. Mereka bisa tetap rukun meskipun ada perbedaan. Masa anak-anaknya Ibu tidak bisa?"

Farhan dan Hana saling berpandangan, lalu tertawa lebar. Iya juga, ya, apalagi Hana adikku sendiri, kata Farhan dalam hatinya.

"Hana main lagi, yuk. Kamu boleh pinjam mobil yang mana saja," ajak Farhan.

"Beneran, Mas? Asyik!" Hana segera berlari ke dalam dengan riang.

Ibu mengacungkan jempol pada Farhan. Ya, masa Farhan dan Hana mau kalah rukun sama  kucing? Malu, dong! (*)

Cilacap, 030718-150119

(In memoriam Jeni, Jemi, and their children)

Senin, 14 Januari 2019

[Ragam] Ruang Terbuka di Pinggir Lapangan

Lapangan Karangsuci, Donan Cilacap Tengah

Oleh: Gita FU

Saya senang sekali, banyak RTH (Ruang Terbuka Hijau)  bermunculan di Cilacap. Karena itu menandakan kesadaran masyarakat yang meningkat perihal kebutuhan rekreasi sebagai suplemen kesehatan jiwa. Lha, kok bisa? Ya bisa, dong. Karena di RTH masyarakat bisa berekreasi baik sendiri maupun bersama komunitasnya, dengan mudah dan murah; sejenak keluar dari rutinitas harian yang melelahkan. Bukankah itu merupakan salah satu fungsi RTH?

Setelah sebelumnya saya membahas RTH di depan PLUT UMKM/Rumah Kreatif, sekarang giliran RTH di pinggir lapangan Karangsuci, Donan. 
Usianya belum lama, sekira satu-dua bulan berjalan. Lokasinya persis di pinggir lapangan Karangsuci yang terkenal itu; terkenal berkat area pemakaman luas di sisi Utara. Secara administratif masuk wilayah kelurahan Donan kecamatan Cilacap Tengah. Penggagasnya adalah pihak kelurahan Donan bekerja sama dengan elemen warga setempat.



Seperti tampak pada foto, beberapa bangku taman di cat biru dan kuning di sepanjang area paving. Warga biasa memanfaatkannya untuk duduk santai, sambil menonton orang-orang bermain sepak bola di tengah lapangan, atau pertunjukan ebeg.



Di sisi selatan ada area tempat bermain anak, yang diberi pagar besi hitam. Fasilitas yang tersedia baru dua buah, yakni bangku putar, dan kursi ayun. Tiang lampu hias tegak berdiri, mengambil bentuk kembang Wijaya Kusuma. Dimaksudkan sebagai penerang di waktu malam. Tempat sampah tersedia satu buah tepat di balik pagar besi di area bermain tersebut.

Selanjutnya apa lagi, ya? Oh iya, bakul makanan banyak berjualan di pinggir jalan di sekitar RTH ini. Ada bakso, mie ayam, gorengan, macam-macam Snack, dan es. Pas sekali, mengudap sembari duduk santai di sore hari yang cerah.

Sayangnya, dari apa yang saya lihat saat berkunjung beberapa hari lalu, sampah makanan banyak berceceran. Kesadaran warga untuk membuang sampah pada tempatnya masih rendah, menyedihkan. Untunglah beberapa penjual di tempat itu sigap menyapu sampah-sampah itu, sehingga tidak keburu berjejalan. Selain itu meski namanya ruang terbuka hijau, area ini belum benar-benar hijau. Tak ada pohon peneduh. Akibatnya terasa panas saudara-saudara! Ah, mari berharap pohon-pohon yang ditanam itu cepat tumbuh besar. Satu lagi, tak ada toilet umum di sini. Jadi kalau pengunjung merasa ingin memenuhi panggilan alam, lebih baik cepat pulang ke rumah saja.

Demikian liputan sederhana saya kali ini. Semoga di masa yang akan datang bisa lebih baik lagi dalam hal penataan dan penyediaan fasilitas umum di RTH ini. Salam dari Cilacap. (*)

Cilacap, 130119

Senin, 31 Desember 2018

[Ragam] Taman Rumah Kreatif Cilacap, Ruang Rekreasi Terbuka yang Tanggung



Oleh : Gita FU



Satu lagi area terbuka sebagai ruang rekreasi keluarga hadir di kota Cilacap. Berlokasi tak jauh dari IGD RSUD Cilacap, tepatnya di sebelah PLUT UMKM Rumah Kreatif (Jl. Dr. Sutomo). Nama tak resmi ruang terbuka ini adalah Taman Rumah Kreatif. Seperti apa penampakannya? Terus simak artikel ini.



Tampak depan.

Beberapa totem bermotif batik terlihat mencolok mata pengunjung, begitu masuk dari arah depan. Di latar belakang tampak  gedung Rumah Kreatif Cilacap. Lajur jalan setapak cukup lega dan terkesan bersih. Lebarnya memadai untuk tiga orang dewasa berjalan beriringan.




Selayaknya taman, tempat ini ditanami deretan palem hias, rumput dan tanaman bunga lainnya. Memang belum menghijau, karena petak-petak tersebut belum lama ditanami. Selain itu demi kenyamanan pengunjung disediakan  blok bangku di beberapa titik, serta arena bermain anak-anak.




Mengingat kebiasaan berswafoto yang seakan sudah mendarahdaging di masyarakat kita, pengelola taman pun menyediakan pojok khusus yang cantik. Meskipun saat saya berkunjung, terlihat banyak pengunjung lain yang asik berfoto dengan di luar pojok tersebut.




Namun saya mencatat beberapa kekurangan pada taman ini. Yang pertama, tidak tersedia tempat sampah. Ini cukup fatal karena saya melihat sendiri sampah-sampah makanan yang ditinggalkan pengunjung di rerumputan. Bukankah hal ini merusak keindahan?
Yang kedua, belum berfungsinya toilet umum. Entah mungkin karena taman ini masih benar-benar baru dibuka atau ada penyebab lain. Tapi menurut hemat saya, apa salahnya bila pengelola membuka gembok toilet, dan mengalirkan air keran demi kenyamanan pengunjung. Yang ketiga, taman ini masih terasa datar. Mungkin jika ditambah fasilitas olahraga, misal lapangan basket atau voli, akan menambah nilai guna taman. Sebab saya lihat masih tersedia cukup lahan yang belum dimanfaatkan, di dekat areal parkir.

Kesimpulan saya, konsep taman ini masih agak tanggung mengingat kekurangan yang saya sebutkan di atas. Semoga ke depannya ada peningkatan fasilitas agar Taman Rumah Kreatif ini menjadi salah satu tujuan rekreasi keluarga di kota Cilacap. (*)

Cilacap, 311218

Sabtu, 29 Desember 2018

[Memoar] Kuku Simbah



Oleh: Gita FU

Februari 2001

Kabar meninggalnya Mbah Putri disampaikan Papa via telepon. Om Adi dan keluarganya langsung bersiap-siap meluncur ke Purbalingga dengan  sepeda motor. Aku sendiri akan menyusul via bus.

Saat berjalan menuju jalan raya, aku sempat berhenti sejenak di rumah tetangga. Hanya gara-gara menceritakan tujuan kepergianku pada si ibu tetangga, mataku mendadak banjir. Aku terduduk lemas di teras tersebut, tersengguk-sengguk oleh air mata. Si ibu tetangga menatapku prihatin penuh simpati. Setelah  berhasil mengatur napas, tangisku reda, dan kulanjutkan perjalanan.

Di dalam bus kenangan berlesatan muncul. Aku diasuh Mbah saat berusia kurang lebih dua tahun. Kemudian tepat setelah ulang tahun keempat, kedua orang tuaku datang dan membawaku ke Pontianak. Tak banyak kenangan yang berhasil kuingat di rentang waktu itu, hanya berdasarkan cerita Bulik serta beberapa lembar foto kenangan yang menangkap momen-momen tertentu.

Aku kembali tinggal bersama Mbah pada masa kenaikan kelas 6 SD hingga kelas satu SMA. Mbah semakin tua, sedangkan aku beranjak remaja. Itu adalah masa-masa di mana aku merasa sulit. Aku dengan energi yang berlebih, sering bentrok dengan kekolotan Mbah. Aku merasa terkekang, sementara Mbah dibebani tanggung jawab untuk menjagaku. Ah...

Mozaik kenangan makin berjejalan. 

Mbah Putri membekali jiwel, timus, atau mata roda untukku di sekolah. Mbah Kakung yang galak, tapi membukakan jendela kamar di pagi hari agar udara segar masuk, ketika aku terbaring karena tifus. Mbah Putri membuatkan kue lumpur kesukaanku saat aku ulang tahun. Aku dimarahi Mbah gara-gara membeli rok pendek sedikit di atas lutut. Bulikku rela berpanas-panas ke pasar demi membelikan rok panjang semata kaki sebagai gantinya. Aku dan Mbah Kakung terbahak bersama menonton lawak Ngelaba di tivi hitam putih kami. Aku mulai membohongi Mbah demi bisa ikut acara kemah Sabtu-Minggu, hanya karena Mbah mulai merasa aku terlalu banyak ikut kemah....

Mataku panas dan mulai meleleh. Terlalu banyak kenangan. 

Kemudian selepas SMA aku kembali lagi ke rumah Mbah. Dan saat itu pertengkaran mulai sering mewarnai hubunganku dengan beliau berdua. Mendadak aku kesal dengan cara Mbah Putri masak; kuno, tidak higienis. Mendadak aku ingin mengungkit masa lalu orangtuaku lalu menyalahkan Mbah Putri. Mendadak aku merasa lebih superior dari kedua orang sepuh ini. Sedangkan Mbah Putri mulai sakit-sakitan. 

Aku merutuki banyaknya egoisme yang muncul seiring bertambahnya usia seseorang. Dan ternyata itu pun terjadi padaku. Aku kerap menafikan kasih sayang tanpa syarat yang telah diterima semenjak kecil. Setelah dewasa pikiranku hanya tersedot pada  ketidakpuasan; seharusnya dulu jangan begini-begitu. Aku bahkan berani membentak Mbah Putri dalam suatu puncak pertengkaran kami.

Dan sekarang aku sudah sampai. Di depanku ada jenazah Mbah Putri. Dikelilingi para paklik dan Bulik, serta Papa. Mbah Kakung terlihat 'nrimo'. Kutatap wajah sepuh yang telah menutup mata itu. Betapa waktu yang terlewati terasa bagai mimpi. 

Aku ikut memandikan jenazah. Siraman air menyucikan tubuh Mbah untuk terakhir kalinya. Lalu pandanganku tertumbuk pada kuku tangan mbah Putri. Kuku itu panjang-panjang semua. Ya Allah, padahal aku pernah berjanji akan memotong kuku Simbah, saat beliau masih terbaring sakit. Janji yang sudah terlambat ditepati. Dan aku hanya bisa menyesal sedalam-dalamnya.(*)

Cilacap, 281218

(Mengenang alm. Mbah Putri dan Mbah Kakung. Semoga Allah melapangkan kubur mereka berdua).

Sumber gambar : pinterest.id


Jumat, 28 Desember 2018

[Ragam] Geliat Pegiat Literasi Cilacap


Oleh: Gita FU

Pada hari Kamis, 27 Desember 2018 saya mendapat undangan acara temu pegiat literasi, dari Dinas Kearsipan dan Perpustakaan Daerah Cilacap. Pertemuan berlangsung di ruang audio-visual dan dibuka oleh Kepala Dinas, Bapak Supriyanto.
Tamu undangan yang hadir berasal dari perwakilan beberapa komunitas literasi di lingkar Cilacap, pustakawan dari beberapa sekolah (SDN 01 Sidareja, SMPN 2 Cilacap, SMAN 1 Cilacap, dan SMAN 2 Kroya), perseorangan seperti saya, instansi (Diskominfo, Depdikbud) dan perwakilan media yakni Yes Radio  dan Satelit Post.

Saya pribadi baru tahu keberadaan komunitas-komunitas tersebut. Ya, anggap saja akibat kekuperan saya pribadi. Antara lain Sangkanparan, Bale Sinaoe, Pojok Pustaka, Institut Ibu Profesional, Gembus, DKC, dan Sagu Sabu. Masing-masing komunitas bergerak di lingkaran wilayah masing-masing, semisal Bale Sinaoe di Cilacap wilayah Barat. Kegiatan yang mereka lakukan antara lain: mendirikan taman baca masyarakat, bedah buku, pemutaran film, membuka kelas menulis, dan membuka lapak baca di alun-alun kota.

Saya menarik kesimpulan dari apa yang masing-masing komunitas paparkan di forum, yaitu:
1. Keprihatinan yang sama, mengenai masih rendahnya minat dan budaya baca masyarakat;
2. Perlunya variasi kegiatan yang menumbuhkan minat baca, karena zaman sekarang orang lebih senang bermain gawai;
3. Butuh wadah yang bisa menyatukan semua komunitas literasi, mengingat luasnya wilayah Cilacap.
Menindaklanjuti poin ketiga, pihak Perpustakaan Daerah Cilacap telah menyatakan kesiapannya menjadi jembatan penghubung antar komunitas, sekaligus wadah pemersatu. Sehingga pada akhir acara disepakati bersama terbentuknya Forum Literasi Cilacap.



Saya pribadi mengamini rendahnya minat baca tersebut. Belanja buku bacaan pun belum menjadi kebiasaan yang umum di masyarakat. Saya bisa menulis lalu menerbitkan buku, tapi menjual buku? Itu tidak gampang. Mungkin dengan banyaknya kegiatan dari komunitas literasi semacam ini, bisa menyadarkan masyarakat akan perlunya membaca, kemudian menjadikan belanja buku sebagai investasi ilmu. Itu harapan positif yang harus terus dinyalakan.


Salam literasi! (*)

Cilacap, 281218