Cari Blog Ini
Rabu, 20 Februari 2019
[Review] Berkenalan dengan Artemis Fowl, Si Jenius Kriminal Cilik
Oleh : Gita FU
Halo sohib Gita!
Nyaris dua minggu saya nggak nge-blog. Karena kesibukan di dunia nyata, kirim-kirim tulisan ke media, dan ikutan InstablogChallenge dari Ainhy Edelweiss. Kalo kepo kalian bisa ke Insta saya @gitafu. 😉
Nah, jadiii, sebagai refreshing kali ini saya mau mengulas serial favorit saya dan Farhan: Artemis Fowl karya Eoin Colfer!
Kita mulai dari episode awalnya, ya, di mana Gramedia menerbitkan edisi terjemahan bahasa Indonesia-nya di tahun 2004. Buku ini memiliki tebal 335 halaman. Kavernya unik, teman-teman, karena sekilas pandang seperti hologram biasa. Menyembunyikan deretan aksara aneh, yang ternyata itu adalah huruf Gnommish; huruf-huruf bangsa peri. Wow! Apakah Artemis Fowl ini novel fantasi kebanyakan tentang peri dan sihir? Nanti dulu.
Episode awal ini merupakan perkenalan kita dengan sang tokoh utama, Artemis Fowl II. Siapa sih, dia? Dari deskripsinya, dia hanyalah anak laki-laki berumur 10 tahun, berkebangsaan Irlandia, tubuhnya kurus, berkulit pucat, rambutnya hitam legam, bermata biru gelap, selalu berpenampilan necis. Dia adalah pewaris kerajaan bisnis Fowl, sekaligus penerus usaha kriminal generasi pendahulunya. Apa? Anak 10 tahun jadi pelaku kriminal? Oh, dia memang bukan bocah laki-laki biasa; kekuatan utama Artemis: otak super jenius.
Dengan kejeniusannya Artemis telah banyak menghasilkan temuan-temuan baru dan ilmiah, yang dipatenkan atas namanya. Belum lagi jurnal-jurnal ilmu pengetahuan yang dia tulis menggunakan nama samaran. Sungguh, bila berhadapan dengan anak ini, kebanyakan orang dewasa akan langsung tahu dia berbahaya. Fakta ini dilengkapi oleh sang pengawal pribadi: Butler. Pria kaukasia bertubuh raksasa dalam artian harfiah, mampu menggetarkan nyali siapa saja, plus amat terlatih dalam hal persenjataan, taktik militer, dan bela diri; jenis pengawal pribadi sempurna. Dijelaskan dalam buku bahwa keluarga Butler ini turun temurun bekerja melayani keluarga Fowl.
Semua bermula dari konklusi yang diambil Artemis, berdasarkan risetnya yang mendalam, bahwa bangsa peri itu ada dan bukan dongeng belaka. Dia mengetahui dari legenda tentang hubungan erat antara peri dan emas. Artemis mengincar keberadaan emas peri itu sebagai solusi masalah finansial keluarganya, yang diakibatkan oleh menghilangnya sang ayah di Rusia. Namun pertama-tama Artemis butuh pedoman akurat, dan hal itu hanya bisa dia dapat dari kitab kaum peri; jika saja Artemis bisa mencurinya. Maka berburulah Artemis dan Butler ke Vietnam, melacak jejak keberadaan seorang peri yang telah tinggal bersama manusia selama bertahun-tahun. Berhasilkah? Yes, tentu saja.
Cerita bergulir kian intens dan asyik. Kita pun akan berkenalan dengan kaum peri. Ternyata mereka hidup jauh di bawah tanah sana; nama kota mereka ialah Haven City. Kaum peri tersebut memiliki peradaban dan teknologi yang jauh meninggalkan manusia. Demi menjaga keamanan kaum dari makhluk lumpur--sebutan mereka untuk manusia--ada satuan kepolisian bawah tanah, disingkat LEP. Tokoh-tokohnya: komandan Julius Root, kapten Holly Short, Foaly si centaur jenius tapi paranoid sebagai teknisi.
Kita pun memperoleh penjelasan tentang wujud fisik peri: tinggi sekira 1 m, bertelinga lancip, bermata besar. Peri ada yang bersayap, namanya Sprite, namun sebagian besar lainnya menggunakan sayap buatan teknologi. Selain peri, ada satu tokoh kurcaci di buku ini yang memiliki peran penting. Dialah Mulch Diggums. Kurcaci ini merupakan kriminal kleptomaniak yang keluar-masuk penjara peri. Punya kecerdasan tinggi, dan piawai dalam hal menggali.
Namun siapa nyana, LEP harus bekerja sama dengan si kurcaci saat dunia bawah tanah diguncangkan pertama kalinya oleh manusia: Artemis Fowl II. Ya, setelah berhasil mendapatkan dan mempelajari kitab kaum, Artemis merencanakan penculikan peri demi tebusan emas!
Eoin Colfer ini jenis penulis yang piawai memadukan fantasi, petualangan, thriller, menjadi novel remaja yang ciamik. Selain itu dia pun menyisipkan pesan moral, lho! Yaitu isu tentang makin parahnya kerusakan di atas bumi, hingga mempengaruhi kehidupan spesies lainnya. Tak heran serial ini mendapat respon positif di banyak negara. Dan kabarnya di tahun ini juga bakal dirilis film Artemis Fowl oleh Disney! Duuh, nggak sabar, deh!
Oke sampai di sini dulu, ya ulasan Artemis Fowl-nya. Masih ada episode berikutnya yang akan menyusul saya ulas. Salam! (*)
Cilacap, 200219
Selamat datang di blog-ku, Sobat!
Perkenalkan, aku seorang pembaca yang suka menulis, minum kopi, memandangi laut dan angkasa. Kamu bisa mengontakku via akun
FB: Gita Fetty Utami;
Instagram: @gitafu; dan
Email: gitafettyutami@gmail.com.
Aku terbuka untuk penawaran kolaborasi dan kerjasama.
Salam!
Selasa, 12 Februari 2019
5 Fungsi Unik Uang Koin yang Penting Kamu Ketahui
Oleh : Gita FU
"Ya ampun! Duitku receh semua! Bikin berat dompet aja, ih! Tuker uang kertas, ah!"
Pernah mengalami hal di atas? Rasanya malu karena duit koin semua, berasa habis mbobol celengan? Duh, kasian.
Padahal ya, andai kalian tahu betapa uang koin recehan 100-an, 200-an, 500-an, atau 1000-an itu berguna bangeets. Mulai dari bayar parkir, nggenepin uang belanja, hingga ngisi dompet ketimbang kosong. Ya 'kan?
Bahkan uang koin itu punya 5 fungsi unik, gaes! Mau tahu? Ini dia:
1. Kerokan
Dok. Mila Maliki on twitter |
Pernah masuk angin? Itu, lho, kondisi di mana badan terasa meriang, panas dingin. Kalau kata orang Jawa, nggreges! Terjadi karena tubuh kita kurang fit sehingga daya tahan tubuh menurun. Atau akibat kelelahan.
Biasanya masuk angin sembuh setelah badan dikeroki. Yup, kerokan. Bersenjatakan sebuah koin dan balsem/minyak kayu putih/baby oil sebagai pelicin, lalu dikerokkan pada punggung, leher, dada dengan pola mirip tulang ikan, hingga kulit berwarna merah tua. Setelah itu serdawa panjang atau kentut pun keluar, menandai keluarnya angin dari tubuh. Hasilnya? Tubuh berasa enteng lagi!
2. Koleksi
Koin Rp 1000 edisi 1996. Dokpri. |
Secara berkala BI menerbitkan koin logam dan uang kertas dengan desain baru. Hal ini menyebabkan edisi yang lama tak beredar lagi. Namun beberapa edisi koin logam lawas desainnya nampol di hati. Meskipun tak berlaku lagi sebagai alat tukar, koin-koin itu tetap disimpan menjadi koleksi.
Contohnya gambar di atas. Edisi tahun 1996 itu apik, gambarnya kelapa sawit, pun logamnya tebal. Ada, lho, kolektor yang mau menghargai mahal belasan hingga puluhan ribu rupiah untuk sebuah koin saja. Menciptakan peluang bisnis baru 'kan?
3. Hantaran pernikahan
Contoh desain mahar pernikahan dengan koin logam. |
Namanya kreativitas itu nyaris tak terbatas. Manusia dengan akal budinya mampu menciptakan aneka benda dari bahan-bahan, yang bahkan tadinya tak terbayangkan bisa diolah lagi. Contohnya desainer hantaran pernikahan, mereka telah mampu membuat tampilan yang nyeni dari susunan uang koin. Dan itu semua bisa disesuaikan selera pemesan. Tentunya jasa mereka pantas dihargai tinggi. Peluang bisnis lagi, kan?
4. Membayar jimpitan ronda
Koin 500 untuk membayar jimpitan ronda tiap malam. Sumber: estudong.com |
Di tempat saya ada tradisi jimpitan uang ronda. Apa 'tuh? Itu iuran harian dari rumah ke rumah dalam satu RT, sebesar 500 rupiah. Biar lebih gampang bagi petugas pengambil jimpitan, si pemilik rumah akan membuat wadah dari gelas atau botol plastik, lalu dicantolkan di dinding luar rumah, dan diisi uang koin.
Biasanya uang jimpitan bakal digunakan untuk keperluan bersama, misal perayaan 17 Agustus. Bagaimana di tempatmu, gaes? Ada tidak jimpitan semacam ini?
5. Buat sawuran
Isi sawuran. Sumber: deskgram.net |
Sawuran berasal dari bahasa Jawa, artinya menyebar. Apa yang disebar? Umumnya, sih, beras kuning (ditumbuk bersama kunir), kembang mawar, kenanga, irisan pandan, dan uang logam mulai dari 100-an hingga 1000-an. Menurut kepercayaan gunanya sawuran ialah buang sebal, atau tolak bala. Sawuran dilakukan di jalan atau di sekitar rumah.
Di Jawa tradisi sawuran dilakukan untuk beberapa ritual. Misal: upacara tedak siti, saat bayi belajar jalan pertama kalinya; dan mengiring jenazah dari rumah duka hingga ke kuburan. Oh iya, uang sawuran pengiring jenazah itu biasanya jadi rebutan anak-anak setempat, lho! Meski kadang berbahaya karena uang itu menggelinding di pinggir jalan raya, namanya anak-anak nggak peduli--yang penting dapat duit jajan. Saat itulah orang dewasa kudu waspada dan ikut mengingatkan mereka.
Nah, bagaimana, gaes? Unik-unik bukan? Makanya jangan sepelekan uang receh begitu saja. Karena di balik nilainya yang terkesan kecil, ada fakta luar biasa! Semoga menginspirasi, ya. Salam! (*)
Cilacap, 120219 (finish)
Selamat datang di blog-ku, Sobat!
Perkenalkan, aku seorang pembaca yang suka menulis, minum kopi, memandangi laut dan angkasa. Kamu bisa mengontakku via akun
FB: Gita Fetty Utami;
Instagram: @gitafu; dan
Email: gitafettyutami@gmail.com.
Aku terbuka untuk penawaran kolaborasi dan kerjasama.
Salam!
Senin, 11 Februari 2019
Cah Pesisir Cilacap: Gerakan Literasi untuk Anak
Oleh : Gita FU
Tanggal 18 Desember 2018 lalu empat orang gadis--Uyi, Winda, Ella, dan Tiara--sepakat memulai sebuah gerakan literasi di kota Cilacap. Berbeda dari kebanyakan gerakan atau komunitas literasi lainnya, mereka memfokuskan diri pada dunia anak-anak. Karena bukankah kebiasaan baik itu sebaiknya dimulai sejak dini?
Selanjutnya bergulirlah kegiatan mereka, tiap akhir pekan berlokasi di RTH Jl. Dr. Sutomo, Cilacap. Tempat ini memang cocok sebagai panggung karena banyak keluarga muda datang berkunjung. Saya sendiri menyebutnya sebagai Taman Rumah Kreatif, dan pernah mengulasnya di sini.
Nah, Alhamdulillah pada hari Ahad sore tanggal 10 Februari kemarin saya dan duo HanHan berkesempatan mengunjungi lapak Cah Pesisir ini. Kebetulan mereka sedang berkolaborasi dengan lapak Mengkaji Pustaka; menjadikan RTH makin semarak.
Awalnya duo HanHan masih canggung, "Ini mau ngapain, ya?" Syukurlah tak lama datang Sulis, seorang relawan Cah Pesisir, yang sigap menarik Hanna mengikuti aneka kegiatan. Sementara Farhan minta ditemani mencari buku bacaan. Dari apa yang saya saksikan, inilah konsep kegiatan Cah Pesisir Cilacap:
1. Lapak baca
Kru Perpusda Cilacap dan Cah Pesisir Cilacap berfoto di depan mobil Perpustakaan Keliling. Dok. Instagram @cahpesisir.clp |
Beralaskan tikar, digelarlah buku-buku bacaan anak. Ada seri KKPK, cergam, komik, ensiklopedi bergambar. Anak-anak bebas duduk selonjor sambil membaca. Orang tuanya bagaimana? Ikut baca boleh, hanya duduk mendampingi pun oke. Oh iya, untuk lapak baca ini mereka mendapat dukungan dari mobil Perpustakaan Keliling milik Perpusda Cilacap. Mantap, kan?
2. Mewarnai
Mewarnai gambar dua dimensi. Dokpri. |
Sebagian besar anak-anak tentu suka mewarnai. Maka Cah Pesisir memfasilitasi dengan kertas gambar, aneka pewarna, dan pendampingan. Asyiklah anak-anak tersebut mewarnai gambar mereka.
3. Panggung Dongeng
Seorang relawan tengah mendongeng. Dok: @mengkaji_pustaka |
Mendengarkan dongeng adalah kegiatan mengasyikkan. Apalagi jika Kakak pendongeng pintar membawakan cerita. Itulah yang dilakukan relawan Cah Pesisir ini, sebuah dedikasi yang patut diapresiasi!
4. Dolanan Anak
Cah Pesisir Cilacap memfasilitasi beberapa dolanan anak, antara lain: bola bekel, congklak, ular tangga, Lego, alat musik tradisional, lompat tali, monopoli, dan scrabble. Kesemuanya menarik perhatian anak-anak, sehingga mereka sejenak teralihkan dari gawai.
Main Lego, maracas, dan boneka tangan. Dokpri. |
Main congklak. Dokpri. |
Main scrabble. Dokpri. |
Tentunya untuk dapat menjalankan seluruh kegiatan tersebut diperlukan bantuan tenaga. Oleh karenanya semenjak tanggal 26 Januari lalu, Cah Pesisir Cilacap telah menerima 16 relawan baru. Mereka ini bergabung atas dasar kesediaannya berbuat yang terbaik bagi dunia literasi anak.
Sementara itu yang namanya usaha tentu saja ada hambatan alias rintangan. Menurut Tiara hambatan tersebut ialah: masih minimnya koleksi buku-buku cerita anak, dan belum solidnya komitmen dari para relawan baru. Namun seiring berjalannya proses, mudah-mudahan semua itu teratasi. Sehingga harapan Cah Pesisir untuk menjadi rumah yang nyaman bagi anak-anak mengenal literasi dan mengasah minat bakat anak pesisir Cilacap, dapat terealisasi. Aamiin.
Bagi teman-teman yang tertarik ingin berinteraksi langsung dengan gerakan ini, silakan buka profil Instagram mereka: @cahpesisir.clp.
Demikian perkenalan singkat kita dengan Cah Pesisir Cilacap. Semoga menginspirasi dan bermanfaat. Salam!
Cilacap, 110219
Label:
Ragam
Selamat datang di blog-ku, Sobat!
Perkenalkan, aku seorang pembaca yang suka menulis, minum kopi, memandangi laut dan angkasa. Kamu bisa mengontakku via akun
FB: Gita Fetty Utami;
Instagram: @gitafu; dan
Email: gitafettyutami@gmail.com.
Aku terbuka untuk penawaran kolaborasi dan kerjasama.
Salam!
Jumat, 08 Februari 2019
[Ragam] Tiga Tanaman Pereda Panas Bayi
Oleh: Gita FU
Saat anak sakit panas adalah saat drama bagi saya--Yeah, b/c i'm a drama queen, beibeh! Karena jika anak demam biasanya dia akan rewel, susah tidur nyenyak, makan jadi nggak selera; apalagi masih bayi, maunya digendong mulu. Akibatnya siklus rutin jadi geser, ya 'kaan? Beberes rumah nggak sempat, masak nggak keburu, apalagi mandi--wih, boro-boro, dah! Lain soal jika ada yang membantu di rumah. So pasti masih bisa geraklah.
Nah, kali ini saya ingin berbagi pengalaman pribadi dalam menggunakan obat tradisional untuk meredakan panas bayi. Lha, memang ada obat tradisional pereda panas? Ada, dong! Lho, memangnya obat dari dokter nggak cukup? Bukan perkara cukup atau nggak, sih. Tapi lebih ke ikhtiar sebagai orang tua. Sepanjang aman dan berefek positif kenapa nggak, ya kan?
Mau tahu lebih lanjut? Yuk, simak. Inilah dia tiga tanaman pereda panas bayi:
1. Jeruk Bayi
Jeruk bayi/jeruk nipis Jawa. Dok: www.kangmulyono.com |
Buah ini kerap menimbulkan kebingungan, "Lho, itu sama saja dengan jeruk nipis, 'kan?"
Hehe, jawabnya: mereka memang sama-sama jeruk. Dezigh! Aww!
Oke, begini. Singkat cerita jeruk bayi dan jeruk nipis masih satu marga, namun berbeda penampilan. Jeruk bayi berbentuk bulat, bobot lebih ringan. Jika diperas kandungan air lebih banyak, dan aroma lebih wangi. Sedangkan jeruk nipis bentuknya tidak bulat, melainkan cenderung lonjong. Bobotnya lebih berat, namun kandungan air serta aroma kalah jauh dengan jeruk bayi.
Jelas, ya? Kalau bingung terus, silakan berdayakan Mbah Gugel, ya.
Jeruk bayi memiliki banyak khasiat, misalnya meredakan batuk, menghilangkan jerawat, dan meredakan panas alias demam. Saya akan bahas untuk yang terakhir itu.
Bagaimana cara menggunakan jeruk bayi sebagai pereda demam? Ambil sebutir jeruk, potong empat bagian, peras airnya lalu campurkan ke parutan bawang merah. Selanjutnya? Balurkan merata ke tubuh bayi. Jangan lupa sambil dipijat-pijat lembut. Lakukan sehari dua kali, insyaallah demam segera reda.
2. Bawang Merah
Bawang merah |
Hmmm, ini dia tanaman bumbu serba guna dari dapur kita. Khasiatnya sebagai obat antara lain: meredakan flu, dan meredakan demam. Bagaimana caranya? Kupas dan cuci satu hingga dua siung bawang, parut hingga lembut, campurkan dengan sedikit minyak telon dan baby oil. Selanjutnya balurkan merata ke seluruh tubuh bayi, sambil dipijat-pijat lembut. Mantap juga dikombinasikan dengan air jeruk bayi seperti disebutkan di atas. Lakukan sesuai kebutuhan tubuh bayi. Namun sepengalaman saya, baru sekali digunakan pun langsung kelihatan khasiatnya, insyaallah.
3. Burus Kecombrang
Bagan tanaman Kecombrang. Sumber: Wikipedia. |
Tahu Kecombrang? Nama lainnya Honje. Bunganya yang merah dan berkelopak panjang kerap dicampurkan ke dalam masakan urapan. Sedangkan bagian tanaman yang digunakan sebagai obat ialah pangkal batang, yang mirip dengan kamijara/sereh, dan berwarna merah muda. Orang Banyumas menyebutnya burus Kecombrang.
Cara menggunakannya cukup mudah. Pangkal batang/burus dipotong-potong, dikupas, lalu dicuci bersih. Setelah itu diparut hingga lumat, peras airnya. Nah, airnya ini yang diminumkan ke penderita demam. Untuk bayi ya dua hingga tiga kali tiga sendok teh sehari. Rasanya tawar cenderung getir, dan airnya berwarna cokelat kemerahan. Oh iya, ampasnya bisa dibalurkan ke tubuh bayi. Insyaallah cespleng, berdasarkan pengalaman banyak anak.
Burus Kecombrang sedang dipotong-potong sebelum digunakan. Dokpri. |
Tiga tanaman di atas saya rasa masih mudah didapat di sekitar kita, sehingga mudah dipraktekkan. Demikianlah pengalaman yang dapat saya bagikan, semoga bermanfaat dan menginspirasi. Salam! (*)
Cilacap, 080219
Label:
Ragam
Selamat datang di blog-ku, Sobat!
Perkenalkan, aku seorang pembaca yang suka menulis, minum kopi, memandangi laut dan angkasa. Kamu bisa mengontakku via akun
FB: Gita Fetty Utami;
Instagram: @gitafu; dan
Email: gitafettyutami@gmail.com.
Aku terbuka untuk penawaran kolaborasi dan kerjasama.
Salam!
Senin, 04 Februari 2019
[Ragam] Mari Mengkaji Pustaka
Oleh: Gita FU
Hari Minggu tanggal 3 Februari, kami sekeluarga pergi refreshing murah meriah ke pantai Teluk Penyu. Setelah anak-anak puas bermain, suami mengajak pulang. Tapi saya berhasil membujuknya untuk tinggal lebih lama. Ada satu tujuan lagi yang ingin saya tunjukkan, terutama pada Farhan dan Hanna. Yaitu sebuah lapak komunitas literasi di Cilacap: Mengkaji Pustaka.
Nama yang unik ini sempat menimbulkan tanda tanya di benak saya, komunitas apakah gerangan? Ternyata setelah dekat barulah kami tahu, itu adalah perpustakaan jalanan. Mengambil lokasi di pinggir lapangan voli pantai, kami melihat buku-buku digelar di atas tikar. Sebagian besar buku sastra, sisanya novel populer, komik, dan buku cerita anak. Jika melihat sekilas orang-orang bakal mengira buku-buku itu dijual. Namun sebuah banner yang berdiri tegak di sebelah lapak menegaskan, 'Silahkan Baca Buku! Gratis!'.
Saya pun berkenalan dengan dua penjaga lapak, Mas Nevvin dan Mbak Fitri. Mas Nevvin bilang, mereka menggelar lapak sejak pukul 07.30. Lapak akan ditutup saat dirasa kondisi sudah tidak kondusif. Saya menyimpulkan, mungkin maksudnya pengunjung sepi, atau turun hujan, atau cuaca terik membara, atau semut merah menyerang, eh. Yang terakhir itu benar, loh! Di bawah lapak mereka banyak ditemukan lobang-lobang sarang semut merah--gigitannya terasa panas dan perih!
Hanna sedang membaca salah satu novel anak. |
Selayang Pandang Mengkaji Pustaka
Semua dimulai dari keresahan dan kegelisahan Mas Nevvin dan Mas Trias. Dua pemuda ini pernah merasakan kedekatan dengan kehidupan jalanan. Sehingga mereka berpendapat betapa pentingnya arti pendidikan untuk semua kalangan. Pendidikan yang bertujuan meraup ilmu pengetahuan bukan hanya di sekolah formal, melainkan di mana saja. Dapat menjangkau siapa saja tanpa sekat usia, status sosial, suku, agama, ras, dan pilihan politik (ehem!). Maka mereka pun merumuskan ide pembentukan komunitas berbasis literasi. Sebuah perpustakaan dengan konsep terbuka tak perlu ruangan formal, alias berdiri di ruang publik, resmi beroperasi sejak 23 Juni 2017.
Kenapa dinamakan Mengkaji Pustaka? Karena menurut mereka, bacaan apapun yang kita dapat hendaknya dikaji lebih lanjut, agar manfaatnya maksimal bagi pengembangan diri sendiri, dan lingkungan. Buku-buku koleksi mereka awalnya berasal dari koleksi pribadi. Seiring waktu, mereka mendapatkan tambahan koleksi dari donasi perseorangan, maupun sekolah dan komunitas lain. Sehingga pilihan bacaannya kini variatif.
Pada awalnya rutinitas menggelar lapak baca jatuh pada malam Minggu. Namun menurut Mas Nevvin, lama kelamaan jadwal semacam ini malah membuat mereka tidak fleksibel. Sehingga kini gelar lapak bisa juga di hari lain. Yang penting sebelum kegiatan mereka pastikan untuk mempublikasikan flyer lewat media sosial, dan belakangan di forum literasi Cilacap.
Foto kegiatan diambil dari akun Instagram komunitas ini. |
Tempat untuk menggelar lapak pun berganti-ganti, melihat situasi dan kondisi. Walaupun demikian, ada tiga tempat yang sering mereka pakai; yaitu: pinggir lapangan voli pantai di Teluk Penyu, di bawah pohon beringin samping lapas alun-alun Cilacap, dan di samping pos Halilintar alun-alun Cilacap/ berseberangan dengan toko Laris.
Selama berkegiatan Mas Nevvin menyatakan ada beberapa kendala yang mereka hadapi. Antara lain: terbatasnya ruang publik untuk area membaca, dan rendahnya kesadaran literasi masyarakat; buku yang mereka gelar sering dikira untuk diperjualbelikan, padahal sudah ada keterangan pada banner. Ya, begitulah Mas, i feel you untuk kendala yang satu itu.
Selain mengobrol dengan Mas Nevvin, saya sempat bercakap-cakap dengan mbak Fitri yang imut. Menurutnya, jumlah relawan Mengkaji Pustaka yang on the spot tidak bisa dipastikan. Hal tersebut disebabkan sebagian besar adalah anak kuliah, atau karyawan tetap. Dirinya sendiri baru bisa membantu ketika sedang libur kuliah dari kampusnya di IKJ. Wow, luar biasa. Berarti dedikasi Mas Nevvin dan Mas Trias sungguh kuat, ya! Terbayang waktu, dan tenaga yang harus dicurahkan demi terus berjalannya komunitas.
Di akhir obrolan saya dan anak-anak meminjam tiga buku untuk dibaca di rumah. Sebab belum selesai baca di tempat, gerimis mulai menitik, sehingga mau tak mau kami harus segera pulang. Oh iya, kegiatan komunitas ini bisa diikuti melalui FB: Mengkaji Pustaka, dan Instagram: @mengkaji_pustaka.
Demikianlah perkenalan kita dengan salah satu komunitas literasi di Cilacap. Sampai jumpa di liputan berikutnya. Salam! (*)
Cilacap, 040219
Label:
Ragam
Selamat datang di blog-ku, Sobat!
Perkenalkan, aku seorang pembaca yang suka menulis, minum kopi, memandangi laut dan angkasa. Kamu bisa mengontakku via akun
FB: Gita Fetty Utami;
Instagram: @gitafu; dan
Email: gitafettyutami@gmail.com.
Aku terbuka untuk penawaran kolaborasi dan kerjasama.
Salam!
Langganan:
Postingan (Atom)