Cari Blog Ini

Selasa, 05 Maret 2019

Dia Farhan


Oleh: Gita FU


Ada saat di mana saya merasa ingin 'meletus' kala menghadapi si sulung, Farhan. Anak laki-laki yang tahun ini insyaallah berumur 12 tahun ini makin kerap menguji batas kesabaran saya.

Dimulai dari hal kecil semacam menjaga kebersihan dirinya sendiri, dia sering abai. Saya, suami atau Simbah sering menjadi sempritan agar dia ingat waktu, ya ibadah, ya makan, ya main, ya mandi. Belum lagi soal inisiatifnya membantu meringankan pekerjaan di rumah, harus dikomando berulang-ulang baru mau bergerak. Pun kepemimpinan terhadap adik-adiknya sering bikin geregetan, ini mana yang kakak mana yang adik, sih?

Di luar itu, dia juga makin berani melanggar aturan rumah. Saya nyaris frustasi soal ini. Entah bagaimana berulangkali ditegur, dimarahi dari level halus hingga keras, dia masih saja curi-curi kesempatan untuk melanggar. Contohnya main play station. Mengingat dia sudah kelas 6 dan dekat lagi ujian tentu saja kami selaku ortu wanti-wanti melarangnya ke tempat sewa PS. Tapi memang kuasa permainan dan lingkungan barangkali, ya, sehingga Farhan takluk.

Lama saya merenung perkara sulung kami ini, mengapa bisa begitu? Atau jangan-jangan selama ini kami sudah terlalu keras padanya? Terlalu besar menaruh harapan di pundaknya? Tapi bukankah sebagian besar orang tua pun demikian? Atau karena kami membandingkan Farhan dengan anak lain?

Lalu pagi tadi saya temukan sebuah nasihat yang menyentuh hati saya. Nasihat tentang anak pertama:



Sumber: ig @tipsmpasibayi

Ya Allah, betapa malunya  saya. Benarlah yang sering dinasihatkan Simbah, "Anak mbarep kuwe urip-uripan. Bisa urip be wis Alhamdulillah. Cobaane gede, selalune nggoda atine wong tuwane. Ning kudu bisa sabar." Intinya, hendaknya orang tua jangan terlalu keras pada anak sulung, karena dialah percobaan pertama kali. Sebagai orang tua harus bisa sabar menghadapinya.

Seketika kenangan sejak masa kehamilan hingga persalinan Farhan, muncul di ruang benak saya. Rasa bahagia yang muncul saat bisa memberinya ASI pertama di tengah sakit pasca operasi Caesar. Ingatan kala mengajarinya berjalan. Pikiran bahagia ketika menyuapi Farhan. Semuanya muncul ....

Momen bersama Farhan 


Seketika mata saya basah. Dia Farhan, anak pertama yang membuat saya menjadi ibu. I Love him now and then, no matter what. (*)

Cilacap, 050319

Jumat, 01 Maret 2019

[Cerpen] Ratmi Among-Among



(Tayang di Harian Radar Banyumas edisi Minggu, 24 Februari 2019)


Oleh : Gita FU

"Mbak, nanti jam dua motornya diantar," lapor Eko.

"Sudah beres sekalian surat-suratnya?" sahut Ratmi.

Eko mengacungkan jempol. "Sekarang aku mau ke rumah Pak Budi. Ada bisnis burung!"

Ratmi menatap punggung kurus pemuda dua puluh tahunan itu. Dia merasa lega, rencana pertama berjalan lancar. Selanjutnya dia akan segera membuka warung kelontong di halaman depan rumah.

 Enam tahun Ratmi merantau ke Hongkong, mengutip rupiah yang sulit dikais di negeri sendiri. Modalnya sudah terkumpul kini, cukup besar sehingga dia bisa usaha mandiri. Ratmi tak perlu ke luar negeri lagi. Tanpa sengaja wanita empat puluh tahun ini menoleh ke cermin hias di dinding ruang tamu. Bayangannya menatap balik, sesosok perempuan berambut keriting sebahu, wajah diisi noda hitam, dan mata besar berkantung. Alangkah tak menariknya!

"Apa kata Eko, Rat?"  Mak Tumini ibunya, muncul mengagetkan dari dapur.

"Oh, itu motornya mau diantar jam dua, Mak." Dia beringsut sedikit di sofa, memberi ruang untuk ibunya duduk.

"Hmm, berarti masih sempat," gumam Mak Tumini.

"Sempat apa, Mak?"

"Belanja buat bikin among-among. Nanti setelah motornya datang, kita undang tetangga dan Pak Misno," balas Mak Tumini penuh kepastian.

Ratmi mengernyit tak suka. Among-among adalah tradisi selamatan di wilayah lembah Serayu. Si empunya hajat memasak nasi dan lauk pauk, lalu mengundang para tetangga. Kemudian seorang yang dianggap ustad akan diminta memimpin doa keselamatan di atas makanan dan segayung air. Usai didoakan makanan segera dibagikan kepada tetangga yang datang,  dalam wujud takiran--mangkok dari daun pisang yang ditekuk atau dari kertas pembungkus makanan. Sedangkan airnya disiramkan pada objek yang didoakan, motor misalnya.

"Buat apa, Mak?" Ratmi merasa gagasan ibunya terlalu kolot dan  merepotkan.

"Biar tidak kena bala, ngerti!" Suara Mak Tumini langsung naik. "Namanya motor mau dipakai setiap hari, bisa kecelakaan. Mulane harus didoakan biar terlindung dari musibah!"

"Mak, asal kita sudah berdoa  sebelum naik motor, dan mengikuti aturan lalu lintas pasti selamat." Ratmi mencoba menyanggah.

Mak Tumini memelotot jengkel, lalu muntab. "Hooo, kamu berani mbantah, ya? Mentang-mentang kerja di luar negeri, trus sok pintar sama orang tua, hah? Mau mengulang kebodohanmu milih suami dulu, gara-gara nggak nurut omonganku?"

Ratmi kelabakan ibunya mulai melantur. Padahal dia hanya ingin meluruskan secara logika saja. "Bukan begitu, Mak...."

"Ya, sudah! Kalau begitu manut saja! Habis ini kamu belanja ke pasar Sangkal Putung. Nanti aku yang manggil Bu Jio sama Lastri buat 'mbantu masak dan bikin takiran," pungkas perempuan tujuh puluh tahun itu.

Ratmi menghela napas panjang. Sungguh ibunya ini perempuan tua keras hati. Dia akhirnya mengalah.

**
"Wah, si Ratmi memang pinter nyimpen duit, ya! Pulang dari Hongkong bisa beli motor baru, kes lagi!" puji Bu Jio.

"Biasa saja Bu Jio. Ini motor juga nantinya buat antar jemput Alda sekolah," jawab Ratmi tersipu.

"Bener kayak gitu, Rat! Daripada pusing-pusing mikirin cicilan," timpal Lastri.

"Iya, Las. Mumpung ada duitnya ngapain utang, kan? Bikin beban pikiran." Ratmi menjawil pipi Lastri, teman sepermainannya.

Mereka mengobrol di dapur sembari mengolah urap, sayur tempe cabe hijau, telur dadar, sayur bihun goreng, beserta kerupuk udang. Kesemuanya menu among-among.

"Tapi terutama Ratmi harus bersyukur ada aku yang bisa dia percaya. Coba kalau masih ada Markum, bisa habis uangnya buat foya-foya!" Mak Tumini menyinyir, mengungkit nama bekas menantunya.

Dua tetangganya terdiam, melirik Ratmi yang berubah masam wajahnya.  Dalam hatinya dia kesal bukan main, tapi jika ditanggapi maka ibunya akan semakin mengoceh. Padahal dia tak mau masa lalunya dibicarakan di hadapan tetangga.

Seolah-olah menjadi penyelamat kebisuan yang kaku tersebut, datanglah dua orang lelaki dari dealer motor. Ratmi semringah menyambut mereka. Tak lama kemudian proses serah terima pun selesai. Kini sebuah motor matic  berdiri gagah di teras rumah. Kesemuanya tak lepas dari pengawasan mata tua Mak Tumini. Diam-diam perempuan tua itu mengagumi kendaraan tersebut.

Menjelang waktu ashar Alda putri Ratmi, yang baru pulang sekolah, disuruh berkeliling menyampaikan undangan among-among kepada para tetangga terdekat. Pak Misno sang imam Mushola pun diundang untuk memimpin doa. Selepas waktu ashar, bersamaan pula dengan rampungnya persiapan among-among di rumah Ratmi. Ramai ibu-ibu dan  anak-anak kecil mendatangi rumah Mak Tumini. Mereka siap mengikuti ritual among-among motor baru Ratmi.

**
Eko tengah asyik menerbangkan burung dara miliknya. Mulutnya bersiul-siul dan berseru-seru disertai gerakan tangan saat memanggil pulang hewan bersayap itu. Dia tak sendirian di lapangan tersebut. Ada tiga lelaki lain yang sama-sama berkencan dengan belasan merpati mereka masing-masing.

Tiba-tiba sebuah motor bebek berhenti di pinggir lapangan. Lalu seorang lelaki turun dan melangkah pasti menuju Eko. Rambut gondrongnya berkibar, jaket kulitnya warna hitam lusuh, dengan celana jeans biru pudar. Tubuh lelaki itu tinggi tegap, wajahnya masih tampan di balik kematangan usia. Dia menepuk keras bahu Eko dari
belakang.

Eko terloncat kaget, lalu berubah gugup. "Eh, Kang Markum? Dari mana saja?"

"Dari rumah. Jadi ikut lomba dara?" Lelaki bernama Markum balas bertanya.

"Ngg, jadi Kang. Makanya kulatih terus daraku biar makin trampil terbangnya," jawab Eko berseri-seri.

Lomba balap dara tiga hari mendatang adalah ajang penting baginya. Selain iming-iming hadiah yang menggiurkan, di tempat itu berkumpul sesama pecinta burung. Amat bagus untuk memperluas koneksi, karena dirinya adalah pemain baru.

Markum manggut-manggut. Sebenarnya dia tak peduli  dengan urusan Eko. Dia punya maksud lain mendatangi Eko di sini. "Kudengar Ratmi sudah pulang dan barusan selamatan motor baru. Benar begitu?"

"Eh, i-iya Kang."

"Kamu 'ndak ngabari aku," tandas Markum kesal.

Eko berpikir cepat, mencari jawaban. "Ya, aku sibuk membantu urusan Mbak Ratmi, Kang. Jadi ndak sempat ngabari." Dalam hatinya  Eko menyumpahi bekas kakak iparnya itu. Bagaimana bisa preman ini bersikap seakan-akan masih berhak mengetahui kehidupan mbakyunya, Ratmi?

"Yah, bukan masalah besar. Besok aku bisa ke sekolah Alda," gumam Markum.

Eko terperanjat, "Buat apa Kang?"

"Lha, dia 'kan anakku. Wajar seorang bapak menemui putrinya, bukan?" seringai Markum. Lelaki ini sedang perlu banyak uang. Suatu kebetulan yang pas  mantan istrinya pulang dalam kondisi berduit.  Dan dia berencana mendapatkan bagian, dengan satu atau dua cara.

"Aku pergi dulu, Ko. Sampaikan salamku buat Mak Tum." Markum tahu, tak mungkin bekas adik iparnya itu berani menyampaikan salamnya barusan. Dia hanya bermaksud mengejek saja. Sambil terkekeh Markum pun berlalu dari tempat itu. Eko mengedik tak peduli.


***

Sejak pulang sekolah wajah Alda terlihat resah. Seperti ada yang dipendam, tapi tak kunjung keluar. Berulangkali lidahnya tergigit ketika makan, tanda hatinya tak tenang. Akhirnya Alda tak tahan lagi.

"Ngg, Bu. Alda mau ngomong, boleh?"

"Masa nggak boleh? Mau ngomong apa?" senyum Ratmi.

"Ta-pi jangan marah ya, Bu. Tadi Bapak menemui Alda di lobi sekolah," urai Alda pelan. Diceritakannya bahwa Markum memohon izin pada gurunya demi bicara berdua Alda. Bapaknya itu terlihat kuyu. Setelah menanyakan kabar Alda, barulah dia mengatakan maksudnya.

"Apa? Berani-beraninya dia menyuruhmu memintakan uang pada Ibu?" Ratmi muntab. Putrinya menunduk, takut.

"Bapak bilang, dia dikejar-kejar tukang pukul, Bu. Alda kasihan. Bagaimanapun dia bapaknya Alda," ucap Alda memelas.

"Tidak! Dia memang bapakmu, tapi bukan siapa-siapa lagi bagi ibu. Jadi jangan harap ibu sudi menolongnya," sanggah Ratmi keras. "Dan kamu, Alda, jauhi bapakmu sebisa mungkin. Percaya sama ibu, dia hanya membawa hal buruk buat kamu!" Setelah mengucapkan itu, Ratmi meninggalkan Alda di ruang makan. Hatinya panas.

Alda tercenung sedih. Tak lama dia masuk ke kamarnya, meraih ponsel. Dia berniat memberi tahu reaksi ibunya pada sang bapak. Semoga bapaknya bisa memahami situasi saat ini.

Keesokan subuh, seperti biasa Mak Tumini keluar kamar hendak mematikan lampu teras. Saklarnya ada di ruang tamu.

"Lha? Ratmi! Ratmi! Motormu kemana?!" pekik perempuan tua itu histeris. Motor yang kemarin baru diselamati lenyap dari tempatnya!
Ratmi dan Alda buru-buru melepas mukena dan keluar dari kamar, memburu Mak Tumini yang masih histeris.

"Alda! Bangunkan Lik Eko, cepat!" Kemudian Ratmi menuntun ibunya untuk duduk tenang di sofa. Dia lalu memeriksa pintu dan jendela depan.

"Motormu hilang, Mbak? Yang benar saja!" Eko muncul, ikut bingung. Dia mengikuti kakaknya, memeriksa pintu dan jendela. Ada bekas congkelan di pintu.

"Polisi, Bu. Kita lapor polisi!" jerit Alda.

"Kita lapor ke Pak RT dulu," tanggap Eko.

"Duh, Gusti! Siapa yang tega nyuri...," isak Mak Tumini. Motor yang baru dibeli dengan hasil jerih payah Ratmi, putrinya. Motor yang telah didoakan. Duh! (*)

Cilacap, 251217-130219

Senin, 25 Februari 2019

Pengalaman Pertama Masak Spaghetti

Spaghetti


Oleh: Gita FU

Selamat hari Senin, sohib Gita!

Kemarin sore selepas hujan lebat yang bagai dibanjur ke bumi, Farhan merengek-rengek minta saya mempraktikkan resep spaghetti carbonara. Ya, sejak beberapa hari sebelumnya memang saya bilang ke anak-anak, ingin mencoba resep yang di-share seorang momblogger di Instagram. Otomatis si sulung menyimpan rasa penasaran besar.

Saya bilang, besok Senin aja ya, bikinnya? Toh kalian udah pada makan pake fried chicken pasar sangkal Putung? Eh, dia tetap ngotot. Ya, udah. Akhirnya saya mengalah. Pertama-tama saya suruh dia membelikan susu dancow saset, kalau nggak dapat ya batal. Eh, karena udah tekad, si Farhan nyari sampai ketemu di warung yang agak jauh, naik sepeda.

Jadi sebelum saya beberkan langkah-langkah memasak, ada baiknya para sohib lihat foto bahan-bahannya, ya. Ini dia!

Bahan-bahan masakan

Seperti tampak pada gambar, ada:
- spaghetti (saya pake La Fonte);
- 2 siung bawang putih diiris-iris tipis (kalau mau kalian bisa menambahkan bawang Bombay);
- garam, merica, kaldu bubuk secukupnya;
- 2 saset susu dancow putih (nanti dicairkan ya pake air matang 300 ml);
- 3 sdm minyak untuk menumis;



Keju oregano
Bahan pelengkap

- keju, diparut secukupnya;
- oregano.
Well, sebenarnya ada satu bahan lagi yag kebetulan lupa saya sediakan, yaitu smoked beef/sosis/baso. Silakan kalian tambahkan sendiri, yaa.

Nah, sekarang cara memasak. Langkahnya:
- Rebus dulu si spaghetti sampai aldente, alias cukup lunak;
- Tumis bawang putih hingga layu. Nah kalau kalian pake smoked beef/sosis/baso, jangan lupa ditumis bentar, ya;
- Masukkan 300 ml susu;
- Taburkan garam, merica, kaldu bubuk, sedikit oregano, dan parutan keju. Koreksi rasanya sekalian;
- Biarkan hingga mendidih. Oh iya, jika kalian menginginkan kuah yang lebih kental, bisa kalian tambahkan tepung terigu yang dicairkan sedikit saja. Tuang saat air susu sedang meletup-letup;
- Masukkan spaghetti. Biarkan hingga meresap. Angkat, sajikan dengan taburan oregano.

Spaghetti Carbonara sudah siap disantap!

Reaksi Simbah begini, "Oh, kiye mi rebus, ya?"
Saya jawab, "Iya, Bu. Mi-nya orang Italia." 😅

Demikianlah berbagi resep kali ini. Tentunya masih jauh dari kesempurnaan. Tapi asyik juga buat seru-seruan.
Salam!(*)

Cilacap, 250219

Jumat, 22 Februari 2019

Yang Tertinggal Usai Mengikuti Lomba Blog


Oleh: Gita FU

Sohib Gita, bulan lalu saya berkesempatan mengikuti dua lomba blog. Pertama, lomba blog bertema Ibu dari Jasmine Elektrik; Kedua, lomba blog Nodi Harahap. Dua-duanya lomba yang terasa spesial bagi saya. Kenapa? Karena menandai semangat dan harapan saya untuk menjadi penulis dan blogger.

Baca: Melawan Keterbatasan (Lomba blog  Nodi Harahap).
Baca: Jangan Menyimpan Dendam (Lomba blog JasmineElektrik).

Menjadi penulis dan blogger tentunya butuh semangat untuk terus maju. Belajar, berlatih, adalah kunci konsistensi. Serta dipurnakan dengan doa agar usaha ini memperoleh ridho-Nya. Sehingga apa yang saya tulis bisa bermanfaat bagi diri sendiri dan orang lain.

Nah, kembali ke masalah lomba di atas, bagaimana hasil akhirnya? Saya kalah, sohib! Boro-boro juara, nominator pun nggak, deh. Hehe. Tapi nggak apa-apa, saya sudah jadi pemenang bagi diri pribadi. Yeaay! *Menghibur diri sendiri. Puk puk puk.

Dari dua lomba tersebut, ada rasa yang tertinggal buat saya. Rasanya ingin menyayangimu selamanya. Seperti lagunya ST12 itu, loh... (Halah!). Eh, tapi beneran! Saya merasa pikiran dan batin saya diperkaya oleh:

1. Pengalaman
Oh, kalau lomba blog itu kita nggak boleh asal-asalan, tho? Harus punya sudut pandang yang unik, tulisan yang bernas. Misal jenis lombanya campaign kayak yang Jasmine Elektrik itu, berarti titik fokusnya mengunggulkan brand tersebut. Begitu.

2. Wawasan
Supaya tulisannya nggak kopong maka saya kudu riset kecil-kecilan. Dan itu jelas menambah pengetahuan saya. Misal mau bicara tentang blog ya saya kudu mengenal dulu apa itu blog, serta tetek bengeknya.

3. Teman baru
Saya jadi punya teman-teman baru sesama blogger, baik yang sama-sama pemula maupun sudah pro. Untuk blogger pro, mereka pun memulai dari bawah, butuh perjuangan, nggak instan. Makanya saya senang banget bisa kenal dan menimba ilmu dari mereka.

4. Motivasi
Nah, ini dia. Terkadang tekad dari dalam diri pun masih terasa kurang. Supaya bisa bangkit kita butuh motivasi dari luar, sebagai bahan bakarnya. Beberapa hari kemarin ada surel masuk dari Bang Nodi Harahap. Isinya adalah salinan komentar untuk saya dari salah satu juri yaitu: Khrisna Pabichara! Duh, saya senang banget mendapat masukan seperti ini.


Sama sekali nggak rugi dan sia-sia perjuangan saya mengikuti lomba-lomba blog tersebut. Konon, kegagalan adalah kemenangan yang tertunda, jadi semoga saya makin fight menuju impian. Aamiin. (*)

Cilacap, 21-220219




Rabu, 20 Februari 2019

[Review] Berkenalan dengan Artemis Fowl, Si Jenius Kriminal Cilik

Artemis Fowl episode 1

Oleh : Gita FU

Halo sohib Gita!

Nyaris dua minggu saya nggak nge-blog. Karena kesibukan di dunia nyata, kirim-kirim tulisan ke media, dan ikutan InstablogChallenge dari Ainhy Edelweiss. Kalo kepo kalian bisa ke Insta saya @gitafu. 😉
Nah, jadiii, sebagai refreshing kali ini saya mau mengulas serial favorit saya dan Farhan: Artemis Fowl karya Eoin Colfer!

Kita mulai dari episode awalnya, ya, di mana Gramedia menerbitkan edisi terjemahan bahasa Indonesia-nya di tahun 2004. Buku ini memiliki tebal 335 halaman. Kavernya unik, teman-teman, karena sekilas pandang seperti hologram biasa. Menyembunyikan deretan aksara aneh, yang ternyata itu adalah huruf Gnommish; huruf-huruf bangsa peri. Wow! Apakah Artemis Fowl ini novel fantasi kebanyakan tentang peri dan sihir? Nanti dulu.

Episode awal ini merupakan perkenalan kita dengan sang tokoh utama, Artemis Fowl II. Siapa sih, dia? Dari deskripsinya, dia hanyalah anak laki-laki berumur 10 tahun, berkebangsaan Irlandia, tubuhnya kurus, berkulit pucat, rambutnya hitam legam, bermata biru gelap, selalu berpenampilan necis. Dia adalah pewaris kerajaan bisnis Fowl, sekaligus penerus usaha kriminal generasi pendahulunya. Apa? Anak 10 tahun jadi pelaku kriminal? Oh, dia memang bukan bocah laki-laki biasa; kekuatan utama Artemis: otak super jenius.

Dengan kejeniusannya Artemis telah banyak menghasilkan temuan-temuan baru dan ilmiah, yang dipatenkan atas namanya. Belum lagi jurnal-jurnal ilmu pengetahuan yang dia tulis menggunakan nama samaran. Sungguh, bila berhadapan dengan anak ini, kebanyakan orang dewasa akan langsung tahu dia berbahaya. Fakta ini dilengkapi oleh sang pengawal pribadi: Butler. Pria kaukasia bertubuh raksasa dalam artian harfiah, mampu menggetarkan nyali siapa saja, plus amat terlatih dalam hal persenjataan, taktik militer, dan bela diri; jenis pengawal pribadi sempurna. Dijelaskan dalam buku bahwa keluarga Butler ini turun temurun bekerja melayani keluarga Fowl.

Semua bermula dari konklusi yang diambil Artemis, berdasarkan risetnya yang mendalam, bahwa bangsa peri itu ada dan bukan dongeng belaka. Dia mengetahui dari legenda tentang hubungan erat antara peri dan emas. Artemis mengincar keberadaan emas peri itu sebagai solusi masalah finansial keluarganya, yang diakibatkan oleh menghilangnya sang ayah di Rusia. Namun pertama-tama Artemis butuh pedoman akurat, dan hal itu hanya bisa dia dapat dari kitab kaum peri; jika saja Artemis bisa mencurinya. Maka berburulah Artemis dan Butler ke Vietnam, melacak jejak keberadaan seorang peri yang telah tinggal bersama manusia selama bertahun-tahun. Berhasilkah? Yes, tentu saja.

Cerita bergulir kian intens dan asyik. Kita pun akan berkenalan dengan kaum peri. Ternyata mereka hidup jauh di bawah tanah sana; nama kota mereka ialah Haven City. Kaum peri tersebut memiliki peradaban dan teknologi yang jauh meninggalkan manusia. Demi menjaga keamanan kaum dari makhluk lumpur--sebutan mereka untuk manusia--ada satuan kepolisian bawah tanah, disingkat LEP.  Tokoh-tokohnya: komandan Julius Root, kapten Holly Short, Foaly si centaur jenius tapi paranoid sebagai teknisi.

Kita pun memperoleh penjelasan tentang wujud fisik peri: tinggi sekira 1 m, bertelinga lancip, bermata besar. Peri ada yang bersayap, namanya Sprite, namun sebagian besar lainnya menggunakan sayap buatan teknologi. Selain peri, ada satu tokoh kurcaci di buku ini yang memiliki peran penting. Dialah Mulch Diggums. Kurcaci ini merupakan kriminal kleptomaniak yang keluar-masuk penjara peri. Punya kecerdasan tinggi, dan piawai dalam hal menggali.

Namun siapa nyana, LEP harus bekerja sama dengan si kurcaci saat dunia bawah tanah diguncangkan pertama kalinya oleh manusia: Artemis Fowl II. Ya, setelah berhasil mendapatkan dan mempelajari kitab kaum, Artemis merencanakan penculikan peri demi tebusan emas!

Eoin Colfer ini jenis penulis yang piawai memadukan fantasi, petualangan, thriller, menjadi novel remaja yang ciamik. Selain itu dia pun menyisipkan pesan moral, lho! Yaitu isu tentang makin parahnya kerusakan di atas bumi, hingga mempengaruhi kehidupan spesies lainnya. Tak heran serial ini mendapat respon positif di banyak negara. Dan kabarnya di tahun ini juga bakal dirilis film Artemis Fowl oleh Disney! Duuh, nggak sabar, deh!

Oke sampai di sini dulu, ya ulasan Artemis Fowl-nya. Masih ada episode berikutnya yang akan menyusul saya ulas. Salam!  (*)

Cilacap, 200219